JPU: Pidana Penggelapan Merupakan Delik Formil
Perkara PT Bina Penerus Bangsa, Penasihat Hukum Bongkar Fakta Penyelesaian Kekeluargaan, Terdakwa Serahkan Asset Pribadi

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Kasus dugaan penggelapan dana perusahaan dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perkara ini teregister dengan nomor 1456/Pid.B/2025/PN Sby.
- BACA: Kasus Penggelapan Rp 4,2 Miliar di PT Bina Penerus Bangsa, Terdakwa Harap Vonis Ringan dan Minta Dikembalikan Asetnya
- BACA: Perkara Penggelapan Uang Perusahaan di PT Bina Penerus Bangsa, Maharaja Lawfirm: Harusnya Onslag Van Recht Vervolging
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim SIH Yuliarti, S.H., dengan hakim anggota Sutrisno, S.H., M.H. dan Silvi Yanti Zulfia, S.H., M.H.. Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., sementara tim kuasa hukum terdakwa berasal dari Maharaja Law Firm, yakni Samsul Arifin, S.H., M.H. (Banyuwangi), Samian, S.H., Ely Elfrida Rahmatullaili, S.H., dan Alfan Syah, S.H.
Duplik Penasihat Hukum
Dalam agenda sidang, Tim Penasihat Hukum terdakwa resmi membacakan duplik atas replik Jaksa Penuntut Umum. Mereka menegaskan adanya ketidaktepatan dalam dakwaan maupun tuntutan yang diajukan.
Penasihat hukum menilai, replik JPU hanya berisi bantahan tanpa dasar argumentasi hukum yang kuat. Bahkan, dakwaan yang semula mengacu pada Pasal 374 Jo Pasal 64 KUHP justru berubah menjadi Pasal 378 KUHP, tanpa didukung fakta persidangan.
“Majelis Hakim yang mulia, kami tegaskan bahwa seluruh replik JPU patut ditolak. Fakta hukum menunjukkan terdakwa memang pernah menggunakan dana perusahaan untuk keperluan pribadi, namun seluruh permasalahan tersebut telah diselesaikan melalui perjanjian bersama dan kesepakatan kekeluargaan,” tegas Samian, S.H., salah satu penasihat hukum terdakwa.
Dalam duplik, tim kuasa hukum menekankan beberapa poin penting:
- Pengakuan Terdakwa – Monica Ratna Pujiastuti mengakui penggunaan dana perusahaan sejak 2019 untuk biaya berobat.
- Kerugian Bank Panin – Tuduhan kerugian sejak 2017 dinilai tidak sahih, karena rekening atas nama PT Bina Penerus Bangsa baru dibuka pada 2020.
- Perjanjian Bersama – Pada 24 September 2024, perusahaan dan terdakwa menandatangani perjanjian yang menyatakan segala permasalahan kerja, pidana, maupun perdata telah diselesaikan.
- Penyelesaian Kekeluargaan – Terdakwa menyerahkan aset pribadi berupa rumah, mobil, perhiasan, dan tabungan senilai Rp1,8 miliar sebagai bentuk tanggung jawab.
- Berdasarkan fakta tersebut, penasihat hukum meminta Majelis Hakim menjatuhkan putusan sesuai Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yakni membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum apabila perbuatannya terbukti namun tidak termasuk tindak pidana.
Replik Jaksa Penuntut Umum
Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum tetap berpegang pada dakwaan dan tuntutan yang telah diajukan. JPU menegaskan bahwa fakta persidangan menunjukkan unsur-unsur tindak pidana penggelapan telah terpenuhi.
“Pengakuan terdakwa menggunakan dana perusahaan adalah bukti nyata yang menguatkan dakwaan. Perdamaian atau perjanjian bersama tidak menghapus sifat pidana dari perbuatan terdakwa,” ujar Estik Dilla Rahmawati, S.H., M.H., JPU dalam repliknya.
Menurut JPU, tindak pidana penggelapan merupakan delik formil yang tetap dapat diproses meskipun ada kesepakatan kekeluargaan. Karena itu, JPU meminta Majelis Hakim menolak pembelaan penasihat hukum dan tetap menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan.
Sidang Berlanjut
Sidang duplik ini menjadi kesempatan terakhir bagi terdakwa dan kuasa hukumnya untuk membela diri. Putusan resmi atas perkara dengan terdakwa Monica Ratna Pujiastuti dijadwalkan akan dibacakan pada persidangan berikutnya di PN Surabaya. (***)