Dugaan Pelanggaran Prosedur di PN Sintang, Ahli Waris dan GPN 08 Tuntut Pembatalan Eksekusi Cacat Hukum

SINTANG (Beritakeadilan.com, Kalimantan Barat) - Pengadilan Negeri (PN) Sintang menghadapi tuntutan serius dari ahli waris dan Ketua Linda Susanti Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Persatuan Nasional 08 (DPD GPN 08) terkait dugaan pelanggaran prosedur dalam eksekusi lahan. Pihak penuntut mengklaim eksekusi tersebut cacat hukum dan tidak sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah. . Hal ini menimbulkan kekhawatiran publik tentang integritas proses peradilan.
Sebuah eksekusi lahan yang dilakukan oleh Panitera PN Sintang menuai protes keras karena dianggap tidak sah. Ahli waris, didampingi ketua Linda S DPD GPN 08, menyatakan eksekusi itu tidak hanya salah objek karena tidak sesuai dengan SHM, tetapi juga menabrak prosedur hukum yang seharusnya wajib dilalui. Hal ini memicu perlawanan langsung di lapangan.
* Pihak Ahli Waris: Pemilik sah lahan yang merasa dirugikan dan haknya dilanggar.
* DPD GPN 08 Kalimantan Barat: Organisasi yang mengadvokasi dan mendampingi ahli waris, menyoroti pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan.
* Panitera Pengadilan Negeri Sintang: Pejabat yang dituduh melanggar prosedur dan bertindak sewenang-wenang.
* Pihak Terlapor: Individu atau entitas yang dituduh merebut hak atas lahan, dan diduga mendapat perlakuan istimewa dalam proses eksekusi.
Protes ini meletus setelah eksekusi dilakukan tanpa pemberitahuan resmi kepada ahli waris. Aksi ini semakin membingungkan karena sebelumnya, pada 10 September, PN Sintang disebut telah mengeluarkan surat yang menyatakan eksekusi bangunan dan lahan tidak akan dilakukan. Ini menunjukkan adanya inkonsistensi yang fatal dalam penegakan putusan.
Kasus ini terjadi di wilayah yurisdiksi Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat. Namun, isu ini memiliki implikasi luas karena menyentuh isu keadilan dan kepastian hukum yang relevan secara nasional
Alasan utama perlawanan adalah serangkaian dugaan pelanggaran prosedur yang terstruktur, menunjukkan cacat hukum yang serius. DPD GPN 08 Kalimantan Barat merinci beberapa poin kritis:
* Tanpa Aanmaning dan Sidang Insidentil: Tidak ada teguran resmi (aanmaning) atau sidang insidentil untuk memberikan kesempatan kepada pihak termohon eksekusi membela diri.
* Tidak Ada Konstatering: Tidak ada proses pencocokan batas dan luas tanah (konstatering) di lapangan, yang merupakan langkah vital untuk memastikan objek eksekusi tidak salah.
* Tidak Ada Pemberitahuan Pengosongan: Pihak ahli waris tidak menerima surat pemberitahuan pengosongan lahan, yang melanggar hak mereka untuk mempersiapkan diri.
* Sikap Sewenang-wenang: Panitera dituduh berpihak pada terlapor, mengabaikan SHM yang sah, dan menunjukkan sikap yang tidak profesional.
Menghadapi putusan yang mereka anggap tidak adil, ahli waris dan ketua DPD GPN 08 tidak akan tinggal diam. Mereka akan mengajukan laporan resmi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Mahkamah Agung (MA) untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Panitera PN Sintang. Langkah ini diambil sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan dan memastikan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Aksi ini menjadi pengingat kritis bahwa integritas peradilan harus dijaga dengan mematuhi setiap prosedur hukum tanpa pengecualian.
Penulis:Diki Candra