Air Bersih, Fondasi Kesehatan yang Rawan Retak

oleh : -
Air Bersih, Fondasi Kesehatan yang Rawan Retak

JAKARTA PUSAT (Beritakeadilan.com, DK Jakarta) — Di sebuah coffe shop di Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis siang, 18 September 2025, puluhan orang duduk melingkar. Mereka bukan pejabat tinggi atau konsultan asing. Sebanyak 25 kader Rekan Indonesia dari lima wilayah kota DKI Jakarta, ditemani aktivis 98 lintas sektor, membicarakan hal yang barangkali lebih vital dari politik: ketersediaan air bersih.

Diskusi publik bertajuk “Ketersediaan Air Bersih Sebagai Fondasi Kesehatan” ini dipandu oleh Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho. Tiga pembicara diundang untuk membuka perspektif: Syahrul Hasan, Direktur Operasional PAM JAYA; Dr. Pramono dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta; dan Reni S. Suwarso, PhD, akademisi Universitas Indonesia yang memimpin Tim Klaster Air.

Pipa yang Kian Panjang

Syahrul Hasan tampil dengan paparan optimistis. Ia menyebut capaian PAM JAYA dalam memperluas jaringan sambungan rumah tangga. “Hingga 2025, sambungan baru telah meningkat signifikan, termasuk di daerah-daerah yang dulu sulit dijangkau. Target pipanisasi bukan hanya soal menambah jumlah rumah yang terlayani, tapi juga memastikan keberlanjutan dan keterjangkauan layanan air bersih,” ujarnya.

Namun optimisme itu terbentur kenyataan. Cakupan layanan PAM JAYA memang meningkat, tapi Jakarta masih bergantung besar pada air tanah. Data berbagai lembaga menunjukkan, separuh lebih warga masih mengandalkan sumur, yang kualitasnya kian memburuk. Ekstraksi air tanah juga menyebabkan amblesan tanah yang makin cepat.

Kualitas yang Dipertanyakan

Di titik ini, suara Dr. Pramono dari Dinas Kesehatan DKI menjadi penyeimbang. Ia menekankan pentingnya standar kualitas. “Air bersih harus memenuhi syarat kesehatan, dari bebas bakteri berbahaya hingga kandungan mineral yang seimbang. Kuantitas tanpa kualitas sama saja membuka pintu penyakit,” katanya.

Fakta di lapangan membenarkan pernyataannya. Laporan sejumlah lembaga riset menemukan jejak bakteri E.coli dan kandungan logam berat di air tanah Jakarta. Sementara air olahan dari pipa tak jarang masih keruh, terutama di permukiman padat.

Investasi Kesehatan Jangka Panjang

Reni S. Suwarso, akademisi Universitas Indonesia, menutup sesi paparan dengan menekankan dimensi kesehatan publik. “Air adalah fondasi kesehatan. Upaya preventif mencegah penyakit lewat ketersediaan air bersih harus dibarengi strategi promotif, yakni mengedukasi masyarakat agar menjaga perilaku hidup sehat. Air bukan sekadar kebutuhan dasar, tapi investasi jangka panjang bagi generasi mendatang,” tegasnya.

Pernyataan itu menggema di ruangan. Para aktivis 98 yang hadir menambahkan dimensi politik dalam diskusi. Mereka mengingatkan pengalaman panjang privatisasi air di Jakarta yang sempat memutus akses warga miskin. Hak atas air, kata mereka, jangan sampai dikalahkan oleh logika komersial.

Agenda yang Belum Usai

Diskusi berlangsung hampir dua jam. Berbagai kisah muncul dari peserta, mulai dari keluhan kualitas air di Jakarta Utara yang asin hingga kesulitan sambungan pipa di wilayah perbatasan Depok dan Bekasi. Semua berujung pada satu kesimpulan: ketersediaan air bersih adalah persoalan mendesak yang menuntut kebijakan tegas, bukan janji teknokratis.

Acara ditutup dengan pernyataan kolektif: air bersih adalah fondasi kesehatan publik dan hak dasar warga negara. Namun, fondasi itu masih rapuh jika hanya diserahkan pada capaian teknis. Tanpa tata kelola yang berpihak pada rakyat, fondasi itu akan terus retak.

M.NUR

banner 400x130
banner 728x90