Ribuan Pelajar Terlibat Demo Ricuh, Dinas Pendidikan Dinilai Gagal Lindungi Generasi Muda
JAKARTA PUSAT (Beritakeadilan.com, DK Jakarta) — Tragedi unjuk rasa Agustus 2025 yang berakhir ricuh bukan hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menyingkap persoalan serius di dunia pendidikan. Ratusan pelajar terlibat dalam aksi ini, memunculkan pertanyaan besar: di mana peran Dinas Pendidikan?
Ribuan Orang Ditangkap, Ratusan Pelajar Terlibat
Data Polri mencatat, sepanjang 25–31 Agustus 2025 sebanyak 3.195 orang ditangkap di 15 Polda. Dari jumlah itu, 55 orang ditetapkan tersangka dan 387 lainnya dipulangkan. Ironisnya, ratusan pelajar masih berstatus di bawah umur.
Pada 25 Agustus saja, Polda Metro Jaya mengamankan 351 orang di depan DPR, termasuk 196 pelajar. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan ada 203 anak yang diamankan. Banyak di antaranya termobilisasi lewat media sosial atau ajakan senior.
Polisi bahkan menggagalkan keberangkatan 49 pelajar SMK asal Karawang, serta ratusan pelajar lain dari berbagai daerah. Tak hanya itu, aparat menemukan senjata tajam berupa 9 busur panah yang dibawa sebagian rombongan.
Testimoni Pelajar: Ikut Demo karena Ajakan Senior
Seorang siswa SMK asal Karawang mengaku berangkat ke Jakarta karena ajakan lewat grup media sosial.
“Katanya ada aksi besar di Jakarta. Jadi kami ramai-ramai ikut, tapi dicegat polisi di jalan,” ujarnya (Kompas.com, 26/8/2025).
Kisah serupa datang dari pelajar SMA di Jakarta yang sempat ditahan. “Saya ikut karena ingin tahu suasana demo, tapi malah kena gas air mata dan ditahan semalaman,” katanya kepada CNN Indonesia (28/8/2025).
Sekolah Dinilai Gagal Jadi Ruang Aspirasi
Fenomena pelajar turun ke jalan memunculkan kritik tajam. Jakarta Institut menilai Dinas Pendidikan terlalu sibuk dengan urusan administrasi, sementara kebutuhan siswa untuk berdialog diabaikan.
“Ketika kanal aspirasi di sekolah tertutup, pelajar mencari panggung di jalanan. Akibatnya, mereka berhadapan dengan gas air mata dan represi,” kata Agung Nugroho dari Jakarta Institut.
Perlindungan Anak Terabaikan
Ironisnya, alih-alih mengedepankan perlindungan anak, Dinas Pendidikan lebih menekankan pendekatan disiplin. Padahal, menurut prinsip hukum anak, pelajar berhak mendapat pendampingan hukum, layanan psikososial, dan jaminan hak belajar.
Laporan Lokataru Foundation bahkan menyebut sebagian pelajar yang ditangkap mengalami intimidasi hingga kekerasan fisik. Fakta ini menunjukkan betapa rentannya posisi anak dalam konflik sosial ketika negara absen melindungi.
Desakan Evaluasi Menyeluruh
Jakarta Institut mendesak Dinas Pendidikan melakukan evaluasi menyeluruh, menghentikan praktik kriminalisasi pelajar, dan membuka ruang partisipasi yang aman di sekolah.
“Jika tidak ada perubahan, generasi muda akan terus memilih jalanan, bukan semata karena kenakalan remaja, melainkan sebagai cermin kegagalan sistem pendidikan,” tegas Agung Nugroho.
Faresi