Putusan Gugatan Wanprestasi Sewa Menyewa Antara The Maxx dan Hotel Antariksa Ditunda 2 Kali, Ada Apa dengan PN Surabaya?
KOTA SURABAYA (Beritakeadilan, Jawa Timur)- Agenda sidang putusan Wanprestasi sewa menyewa antara PT. Narma Abhirama Indonesia (NAI) sebagai penyewa sekaligus pengelola The Maxx dengan PT. Antariksa Hotel Perkasa (AHP) sebagai pemilik Hotel Antariksa, di Jl. Gresik No.97, Morokrembangan, Kec. Krembangan, Surabaya, Jawa Timur dalam nomor perkara 274/Pdt.G/2023/PN SBY, ditunda 2 (dua) kali oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hal ini membuat pihak penggugat PT. AHP yang diwakili kuasa hukumnya, yakni: Agus Soeseno, S.H.,M.M, Dwi Heri Mustika, S.H, Thisma Artara Suzenna Putra, S.H., M.H, Suratno, S.H, Wahyu Diono, S.H dan Mokhamad Rizal Auawali, S.H bertanya-tanya, ada apa Majelis Hakim PN Surabaya tidak segera memutus perkara ini ?.
Menurut Agoes Soeseno, S.H.,M.H, jika gugatan ini tidak memenuhi syarat formal, harusnya majelis hakim PN Surabaya bisa langsung memutuskan. “Sebaliknya kalau memenuhi syarat formal, alat bukti cukup dan saksi kami ada, silahkan dikabulkan. Kalau ditunda-tunda seperti ini kami merasa kepastian hukum perkara ini di PN Surabaya tertunda-tunda," kata Agus Soeseno S.H.,M.H, saat menggelar konferensi pers di Café Rolag, Surabaya, Selasa (7/11/2023).
Agoes Soeseno menjelaskan, perkara ini bermula dari adanya perjanjian sewa menyewa terkait tempat usaha The Maxx di lantai 1 (satu) Hotel Antariksa Surabaya. Dimana pihak penyewa adalah PT NAI yang diwakili Mia Santoso selaku Direktur. Sementara pemilik Hotel Antariksa Surabaya diwakili Neneng Kusuma Dadari, AMD selaku Direktur PT. AHP. “Kebetulan keduanya adalah teman sekolah,” ucap Agoes Soeseno.
Di dalam perjanjian awal, Agoes menjelaskan tidak ada masalah. Kedua pihak saling melaksanakan isi dari perjanjian tersebut. Namun saat terjadi wabah Covid-19, pihak penyewa komplain pada pemilik hotel bahwa ada dinding yang bocor di lantai 1, membuat sejumlah property milik The Maxx rusak. Tentunya itu membuat pihak The Maxx menderita kerugian dan secara tidak langsung berdampak pada ketidaknyamanan pengunjung The Maxx.
"Klien kami sempat berkirim surat dan meminta pihak Hotel Antariksa untuk melakukan perbaikan. Namun pihak Hotel tak kunjung melakukan perbaikan. Sehingga peristiwa itu dianggap The Maxx berdampak pada ketidaknyamanan pengunjung The Maxx," kata Agoes.
Permasalahan ini kemudian berlanjut di masa pandemi sekitar Maret 2020. Muncul masalah di perjanjian sewa menyewa. Antara penyewa (The Maxx) dan pemilik Hotel Antariksa yang tidak menemukan kesepakatan dalam perjanjian. Adanya kekurangan bayar sewa dalam perjanjian, oleh pihak pemilik hotel dianggap penyewa telah melakukan wanprestasi.
"Padahal klien kami sebelumnya telah komplain terkait isi perjanjian yang tidak dilaksanakan oleh pihak Hotel Antariksa. Memang diakui dari klien kami ada kekurangan pembayaran. Itu pun disebabkan kondisi pandemi Covid yang mengharuskan semua rumah hiburan umum (RHU) tutup," ujarnya.
Sejak adanya permasalahan ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memperbolehkan RHU operasional asal memenuhi dan mendapat persetujuan pihak Pemkot Surabaya dengan memohonkan assessment Covid. Dimana permohonan assessment Covid memberikan sejumlah persyaratan. Seperti: jaga jarak, menyediakan tempat cuci tangan, wajib memakai masker dll. Selain menyediakan fasilitas pencegahan Covid, setiap RHU yang memohonkan operasional wajib lolos assessment Covid. Dan assessment secara administratif melampirkan sejumlah perijinan. “Disitulah puncaknya, dimana pihak Hotel Antariksa tidak mendukung untuk lolos assessment, maka Januari 2021, pihak Pemkot Surabaya melakukan penutupan dan penyegelan,” ungkap Agoes.
"Awalnya tempat itu memang sudah pernah dilakukan penutupan. Oleh dinas terkait, pihak pengelola diminta untuk segera melakukan persyaratan assessment Covid. Di antaranya pengurusan izin restoran. Karena tidak kunjung mendapat izin, kemudian dilakukan penyegelan oleh Pemkot Surabaya," tegasnya.
Akibat kejadian ini, Agus menyebut kerugian materiil yang dialami kliennya mencapai Rp 1,5 miliar. Untuk kerugian immateriil mencapai Rp 150 juta.
Sementara didalam jawaban tergugat yang tertuang di dalam surat nomor 81/Pdt.AHP/JK/VII/2023, perihal: Jawaban tergugat yang diwakili kuasa hukumnya Jordy R. Pratama Kusuma, S.H dan Dewa Putu Dharmaja, S.H menjelaskan bahwa, tergugat (pihak Hotel Antariksa) dengan tegas menolak seluruh dalil-dalil penggugat (pihak The Maxx), kecuali apa yang diakui kebenarannya oleh tergugat secara tegas dan tertulis dalam jawaban.
Tergugat menolak dengan tegas dalil gugatan, yang menguraikan perihal terjadi kerusakan fasilitas, seperti: sofa, sound system. Tudingan penggugat tersebut tidak berdasarkan fakta. Dimana penggugat tidak menguraikan secara tegas dan jelas mengenai kapan terjadinya kerusakan yang dimaksud.
Tergugat telah meminjamkan izin restaurant akan tetapi sejak ditutup dan disegel oleh Satpol PP Surabaya sampai saat ini, kegiatan usaha penggugat tidak dibuka kembali tanpa alasan yang jelas. Sehingga terbukti bahwa tindakan tergugat yang meminjamkan izin restaurant kepada penggugat tidak serta merta menjadi jalan keluar atas pelanggaran yang dilakukan penggugat. (red/angga)
.