Pengakuan Mencekam di Sidang PN Surabaya
Trauma KDRT Dibalas Pidana: Suami Tuntut Istri karena Tolak Balik, Ibu Terdakwa Bongkar Pukulan Bertubi
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Sidang perkara pidana kekerasan psikis dalam rumah tangga (KDRT) dengan Terdakwa Vinna Natalia Wimpie Widjojo di Ruang Kartika PN Surabaya, Rabu (26/11/2025), mengungkap fakta-fakta kelam yang jauh lebih kompleks dari dakwaan jaksa. Vinna didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina dan M. Mosleh Rahman lantaran suaminya, Sena Sanjaya Tanata Kusuma, merasa mentalnya tersakiti karena Vinna menolak kembali ke pangkuannya.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim S. Pujiono menghadirkan saksi meringankan, yaitu ibu kandung Terdakwa. Kesaksian sang ibu justru fokus pada penderitaan fisik dan mental yang dialami Vinna selama berumah tangga dengan kontraktor tersebut.
Ibu kandung Terdakwa membeberkan bahwa pernikahan yang dimulai tahun 2012 (data awal di laporan menyebut 2012) telah diwarnai kekerasan fisik sejak awal.
"Waktu pernikahan, selang 3 sampai 4 bulan Vinna sudah minta pulang. Sejak lahir anak pertama Vinna sudah sering dimarahi, tidak boleh muntah, dan pingsan. Kalau bertengkar sering cekcok mulut dan main fisik," jelas saksi.
Puncaknya, saksi mengungkapkan putrinya pernah mengalami KDRT parah. "Anak saya pernah ditonjok. Pernah ketika itu, orangtuanya ke luar negeri, anak saya di hajar bertubi-tubi, anak saya depresi, kena mentalnya. Sampai anak saya pulang, gak balik-balik sampai sekarang," ujarnya.
Saksi juga mengungkapkan bahwa saat Vinna hamil tua, suaminya (Sena) diduga menghamili perempuan lain. Kondisi KDRT fisik dan mental itu membuat Vinna hingga kini mengalami perubahan perilaku, sering mengigau dan menangis.
Sidang turut menyoroti isu kompensasi uang Rp2 miliar yang diterima Vinna untuk mencabut laporan KDRT fisik yang pernah dia buat sebelumnya.
JPU menanyakan kebenaran bahwa setelah menerima Rp2 miliar, Vinna tetap menggugat cerai untuk kedua kalinya dan bahkan meminta kompensasi tambahan sebesar Rp20 miliar saat di Kejaksaan.
Saksi membenarkan adanya kesepakatan kompensasi Rp2 miliar terkait laporan KDRT, namun membantah bahwa itu adalah kemauan mereka. "Saya tidak jual anak! Saya gak butuh rumah, uang, saya butuh anak saya. Yang kompensasi adalah untuk laporan KDRT itu," tegasnya.
Mengenai permintaan tambahan Rp20 miliar, saksi membenarkan bahwa itu diajukan oleh pengacara Vinna yang baru, namun dirinya sempat marah atas permintaan tersebut dan menyebut kompensasi sebesar itu tidak sebanding dengan nyawa anaknya.
Di persidangan sebelumnya, Korban Sena Sanjaya telah bersaksi bahwa dirinya mengalami gangguan cemas dan depresi (berdasarkan pemeriksaan Psikiatri RS Bhayangkara) lantaran Vinna menolak kembali, padahal ia sudah menuruti syarat perdamaian termasuk pemberian uang Rp2 miliar, biaya bulanan Rp75 juta, dan rumah.
Namun, Vinna membantah semua keterangan Sena. Saat Ketua Majelis Hakim S. Pujiono menawarkan upaya damai agar Vinna kembali ke rumah, Terdakwa menolak tegas.
“Mohon maaf yang mulia. Apakah ada jaminan keselamatan nyawa saya apabila saya mau kembali ke rumah. Sedangkan saya pernah mengalami KDRT yang membuat saya trauma untuk tinggal bersama lagi,” kata Vinna, membalas tawaran hakim.
Terdakwa Vinna Natalia didakwa JPU melanggar Pasal 5 huruf b jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 10 Desember 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan dari pihak Terdakwa. (****)