Kasus Paser 2013: Kontrak Langgar Perpres, Konsultan Tak Bersertifikat
Direktur dan PPTK DED Paser Diadili ! Kontrak 'Bodong' Rugikan Rp 826 Juta
KABUPATEN PASER (Beritakeadilan.com, Kalimantan Timur)-Lingkaran dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Detail Engineering Design (DED) Pengembangan Jaringan Interkoneksi di Kabupaten Paser Tahun Anggaran 2013 semakin melebar. Selain Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Irfan Yuwani Indrawan dan Ketua Tim Konsultan Umis Supriatna, kini Direktur PT. Dwi Eltis Konsultan, Ir. Encep Rukhiyat Marsadi, juga didakwa terlibat.
Dakwaan jaksa menegaskan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan ketiga pihak, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 826.437.509, berdasarkan Laporan Hasil Audit Inspektorat Kabupaten Paser tanggal 3 Oktober 2025.
Dakwaan terbaru perkara nomor 57/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr, yang menjerat Direktur Encep berfokus pada dugaan penyalahgunaan kedudukan. Encep, selaku Direktur PT. Dwi Eltis Konsultan, diduga melanggar ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah, khususnya:
Pelanggaran Prosedural Kontrak: Terdakwa Ir. Encep Rukhiyat Marsadi didakwa melanggar Pasal 86 ayat (6) Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012, yang mengatur tentang siapa yang sah untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.
Hal ini mengindikasikan bahwa kontrak kerja yang menjadi dasar pelaksanaan proyek DED tersebut diduga tidak memenuhi syarat keabsahan formal.
Dakwaan perkara nomor 55/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr terhadap PPTK Irfan Yuwani dan dakwaan perkara nomor 56/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr terhadap Ketua Tim Konsultan Umis Supriatna juga dipertegas kembali, menyoroti dugaan kolusi yang menyebabkan pekerjaan proyek menjadi fiktif sebagian:
- PPTK Irfan Yuwani: Didakwa tidak cermat dalam menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan tidak melaksanakan tanggung jawabnya selaku Wakil Sah Pengguna Anggaran, termasuk membiarkan absennya pemeriksaan personel.
- Ketua Tim Umis Supriatna: Didakwa tidak mematuhi etika pengadaan dan gagal memenuhi kewajiban menyediakan tenaga ahli bersertifikat sesuai kontrak dan Peraturan Menteri PU.
Dakwaan terhadap ketiga pihak ini saling berkaitan, mulai dari dugaan cacat formal dalam penandatanganan kontrak hingga pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai, terutama kegagalan mobilisasi personel dan non-personel, yang merupakan tahapan wajib kontrak.
Ketiga terdakwa didakwa secara berlapis dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, menyoroti perbuatan melawan hukum (Primair) dan penyalahgunaan kewenangan/kedudukan (Subsidiair) yang merugikan kas negara. (****)