LC Lamongan Minta Maaf di Polres, Warganet Soroti Ekspresi Dingin

Video Permintaan Maaf LC Lamongan Kontroversial, Warganet Nilai Tak Tulus dan Desak Proses Hukum Lanjut

oleh : -
Video Permintaan Maaf LC Lamongan Kontroversial, Warganet Nilai Tak Tulus dan Desak Proses Hukum Lanjut
Dwi Anjarwati membacakan permohonan maaf kepada Hanik Munawaroh di Ruang SPK Polres Lamongan setelah unggahan status WhatsApp-nya dinyatakan mengandung informasi bohong. (Foto Dok Screenshot akun tiktok @momdaffazea)

KABUPATEN LAMONGAN (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Proses mediasi di ruang SPK Polres Lamongan pada Rabu (12/11/2025) malam yang melibatkan Ladies Companion (LC) Dwi Anjarwati, justru memicu gelombang kritik baru di ranah digital. Permintaan maaf Dwi terkait unggahan status WhatsApp berisi informasi bohong yang mencemarkan nama baik Hanik Munawaroh, dinilai publik jauh dari kata tulus dan memantik seruan agar proses hukum tetap dilanjutkan.

Dalam momen mediasi yang difasilitasi aparat kepolisian, Dwi Anjarwati membacakan pernyataan tertulis yang mengakui kesalahannya dan menyatakan kesiapan untuk bertanggung jawab bila perbuatan serupa terulang. Pernyataan ini menjadi bagian dari kesepakatan penyelesaian perkara di tingkat kepolisian.

Alih-alih meredakan kemarahan, tersebarnya video dan foto permintaan maaf tersebut justru menjadi bahan perbincangan panas. Warganet lokal secara masif menyoroti gestur dan ekspresi Dwi yang dianggap kaku, dingin, dan tidak menunjukkan penyesalan.

Banyak komentar yang menilai cara Dwi membaca pernyataannya seperti membaca naskah atau artikel biasa, tanpa empati dan kesadaran akan dampak serius yang telah ditimbulkannya.

“Jangan mau kalau maafnya begitu. Terlihat sombong. Proses hukum lanjut saja biar jera,” tulis salah satu komentar warganet yang menyiratkan ketidakpuasan publik.
Kritik semakin tajam ketika beberapa warganet menyoroti bahasa tubuh Dwi dan menyimpulkan bahwa permintaan maaf tersebut hanyalah formalitas belaka demi memenuhi prosedur, bukan datang dari hati. Tudingan bahwa pelaku tidak memahami seriusnya dampak penyebaran informasi palsu di ruang digital pun ikut mengemuka.

Hingga Sabtu (15/11) pagi, unggahan terkait video permintaan maaf tersebut telah diserbu 874 komentar, memperoleh 673 tanda suka, dan dibagikan oleh 125 akun, menegaskan betapa kuatnya atensi publik terhadap kasus ini.

Fenomena ini menjadi cerminan dinamika baru budaya digital Indonesia. Publik kini semakin peka dan kritis terhadap perilaku online serta menuntut pertanggungjawaban etika, terutama dalam kasus penyebaran kabar bohong yang menciderai reputasi orang lain. Sorotan publik tidak hanya berhenti pada substansi kasus, tetapi juga pada sikap dan penyesalan pelaku dalam menghadapi konsekuensinya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan lanjutan dari kedua belah pihak terkait kelanjutan kasus, apakah akan berhenti di tahap mediasi atau bergeser ke ranah proses hukum formal. (Edi)

banner 400x130
banner 728x90