Diduga Pungli Pengurusan Sertifikat Tanah Milik Warganya, Polres Lamongan Jebloskan Kades Sidomukti ke Penjara

oleh : -
Diduga Pungli Pengurusan Sertifikat Tanah Milik Warganya, Polres Lamongan Jebloskan Kades Sidomukti ke Penjara
Kades Sidomukti Lamongan, ES
banner 970x250

KABUPATEN LAMONGAN (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Setelah ditunggu sekian lamanya, Kepala Desa (Kades) Sidomukti, Kecamatan Lamongan Kota berinisial ES akhirnya dijebloskan ke penjara Mapolres Lamongan, Selasa (24/12/2024).

Sebelumnya, ES diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dalam pelayanan administrasi pada Pemerintahan Desa Sidomukti terkait pungli kepengurusan administrasi sertifikat tanah sebesar Rp 210 juta kepada warganya sendiri.

Penahanan Kepala Desa Sidomukti ini dilakukan setelah proses penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Unit III Tipidkor Satreskrim Polres Lamongan, dimana tersangka ES terbukti melakukan penguatan liar pengurusan sertifikat tanah milik wargaya sendiri sebesar Rp 210 Juta.

Kapolres Lamongan, AKBP Bobby Adimas Condroputra mengatakan, penahanan Kades Sidomukti ES ini dilakukan setelah Tim Unit Tipikor Polres Lamongan mendalami kasus yang terjadi pada Kamis, 29 Maret 2023, di kantor Desa Sidomukti.

Menurut Kapolres, Kepala Desa Sidomukti berinisial ES ini terbukti melakukan penguatan liar meminta fee atau uang jasa pengurusan administrasi sertifikat tanah sebesar Rp 210 juta kepada korbannya.

“Waktu kejadian pada 16 Juli 2024, dan Kepala Desa Sidomukti sudah ditetapkan tersangka dan saat ini sudah ditahan,” kata Kapolres AKBP Bobby kepada www.beritakeadilan.com.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lamongan, AKP I Made Suryadinata menyebutkan, awalnya korban HB (57) warga Gresik memiliki dua bidang tanah milik keluarganya di Desa Sidomukti dan berencana untuk menjualnya kepada pengembang perumahan di Kabupaten Lamongan.

Namun, lanjut AKP Made, karena surat tanah yang dimilikinya masih berupa petok C, korban ingin mengurusnya agar dapat menjadi sertifikat resmi. Dalam proses ini, kata dia, korban HB menghubungi Kepala Desa Sidomukti, ES, untuk meminta bantuan dalam mengurus surat – surat tanah tersebut.

AKP Made mengungkapkan, dalam proses pengurusan tersebut, tersangka Kepala Desa ES menyanggupi permintaan korban, namun dengan syarat meminta fee atau uang jasa sebesar Rp 210 juta untuk pengurusan legalitas tanah.

“Korban yang membutuhkan bantuan tersebut kemudian setuju untuk menyetorkan uang tersebut melalui beberapa tahapan transfer ke rekening Bank BCA atas nama tersangka,” ucap dia.

Dari atas kejadian tersebut ini Unit Tipikor Polres Lamongan melakukan pendalaman penyelidikan dengan mengumpulkan beberapa dokumen dan memeriksa beberapa saksi. Setelah melakukan pendalaman dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, Unit Tipikor Polres Lamongan berhasil mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan.

“Alhasil kami menemukan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan. Dalam proses penyidikan kami memeriksa 17 orang saksi dan sudah melakukan pemeriksaan juga terhadap dua orang ahli bidang pidana. Dan menyita barang bukti setor bank BCA sebesar Rp 210 juta, sebuah telepon seluler iPhone, dan 20 dokumen terkait proses pendaftaran dua bidang tanah milik orang tua korban,” bebernya.

Menurutnya, modus yang digunakan oleh tersangka ES adalah dengan meminta uang sebesar Rp 210 juta kepada korban HB sebagai biaya administrasi untuk pengurusan tanah. Tersangka hanya mau menandatangani 20 jenis surat dan dokumen yang diperlukan untuk proses pendaftaran tanah setelah korban mentransfer uang yang diminta.

"Awalnya, tersangka berdalih bahwa uang tersebut akan digunakan untuk kas desa, namun setelah dilakukan pendalaman, terbukti uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka,” tandas AKP Made.

Kini tersangka ES yang sudah ditahan di Mapolres Lamongan dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1998, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan korupsi dengan memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi.

(Edi)

banner 400x130
Paralegal