Tanah Milik Ahli Waris Mbah Tumilah Diduga Dijual Oknum Perangkat Desa Suru
KABUPATEN BLITAR (Beritakeadilan, Jawa Timur) - Banyak persoalan yang timbul akibat mafia tanah hingga sampai saat ini, seperti yang terjadi di Dusun Carangkembang, Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Jum'at (8/11/2024).
Keluarga Rokani, warga Dusun Carangkembang, Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, telah membeli sebidang sawah seluas 11 Are dengan harga Rp.162.000.000 milik Mbah Tumilah. Oknum Kepala Dusun (Kadus) Carangkembang Khudori diduga menawarkan dan menjual tanah milik Mbah Tumilah kepada saudara Rohani tanpa melibatkan ahli waris dari mbah Tumilah.
Rokani menjelaskan bahwa sawah tersebut berdekatan dengan perbatasan sebelah timur bengkok Kamituo Suru dan sebelah utara bengkok Jogoboyo. Sawah seluas 11 Are tersebut ditawarkan Kadus Carangkembang, Kudori. Tanpa berpikir panjang, Rokani kurang lebih seminggu dari penawaran tersebut langsung disanggupi dengan harga yang telah disepakati.
Pada saat transaksi jual beli sawah Rokani tidak dipertemukan dengan ahli waris mbah Tumilah. Sistem pembayarannya pun dilakukan di kantor Desa dan diterima oknum Kepala Desa (Kepala Desa) Suru, Sobiah. Anehnya, saat pembayaran yang diperbolehkan masuk kedalam ruangan Kantor Kades hanya Rokani, Kamituo Kudori, serta Ibadurrahman (Anak Rokani ), sedangkan anak menantu Rokani disuruh menunggu diluar.
"Saat penyerahan uang Rp. 162.000.000 tidak ada pihak mana pun kecuali (Rokani) Ibadurrahman, Kamituo Kudori dan Sobiah,"jelas Rokani, Jumat (08/11/2024).
"Setelah Itu saya dan Ibadurrahman diberikan kwitansi dengan tulisan tanda terima sebesar Rp.160.000.000 untuk pembayaran tanah (sawah) tanpa keterangan milik siapa, luas berapa, dan juga tanpa tanggal, tahun, tapi ada stempel pemerintah Desa Suru dan bertanda tangan tanpa nama," ungkap Rokani.
“Tiba-tiba saya mendengar sekaligus membaca berita dari media ini bahwa sawah milik Mbah Tumilah yang saya beli dari Kamituo Kudori ternyata menjadi masalah keluarga ahli waris mbah Tumilah karena terlanjur saya beli dengan Harga Rp.143.000.000 dan pembagian kepada ahli waris yang tidak merata sehingga membuat sawah yang aaya beli terancam bersengketa dengan ahli waris," kata Rokani.
Pengakuan Rokani, polemik jual beli Yang dilakukannya ini akibat pembagian hasil dari ahli waris Mbah Tumilah yang dinilai tidak transparan dan patut diduga ada rekayasa.
Betapa tidak dari uang Rp.162.000.000 tersebut oleh Sobiah dibagikan kepada Migiastuti Rp.60.000.000, Endi Rp.23.000.000, Nana Rp.23.000.000,Reni Rp.10.000.000 dan Wisnu Rp.10.000.000.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Migiastuti anak almarhum mbah Tumilah dimana Pada saat transaksi juga tidak melibatkan dirinya sama sekali selaku ahli waris mbah Tumilah yang masih ada, sedangkan (Endik dan Nana anak dari Widowaluyo),(Reni dan Wisnu anak dari Giwandi) juga Ttdak ada yang dilibatkan saat transaksi.
"Kulo niki namung diparani Jogoboyo terus digonceng naik sepeda motor menuju kantor desa Lalu dikasih kresek berisi Uang yang sudah disiapkan oleh Sobiah Selaku kepala Desa suru (Jawa red),"tandasnya pada media ini.
Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Blitar, Barkah Yoelianto juga telah menegaskan bahwa pemerintah terus memberantas mafia tanah. Termasuk, mafia tanah yang melibatkan oknum aparat pemerintah desa.
Barkah menjelaskan aksi mafia tanah saat ini melibatkan oknum dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Perangkat Desa,Oknum Kecamatan, pengacara dan PPAT.
Memikirkan kembali yang telah disampaikan Menteri ATR / Kepala BPN mengingatkan kita bahwa Tanah adalah penting untuk mengatasi kemungkinan masalah paling mendasar yang dihadapi oleh masyarakat seperti yang terjadi di Desa Suru Kecamatan Doko. Memperdalam ketidaksetaraan dan pengucilan sosial, prospek buruk untuk pertumbuhan berkelanjutan, konflik antargenerasi dan risiko ketidakstabilan keuangan memiliki akar pada pilihan kebijakan yang buruk tentang tanah.
Siapa yang bertanggung jawab atas sebagian besar, jika hal itu merusak pertumbuhan produktivitas yang terjadi di masyarakat.
Mereka yang bekerja untuk menyelesaikan masalah hanya semakin menambah masalah, dan ketidaksetaraan ekonomi. Semua masalah ini harus dibahas dengan baik.
Tanahnya yang dijual wajib ada akte jual beli sekaligus menyertakan Semua Unsur Termasuk Mengumpulkan Keluarga Ahli Waris, ini ada informasi tanahnya telah dijual oleh Oknum Perangkat Desa Suru Kecamatan Doko Tanpa Melibatkan Ahli Warisnya.
Tanah memainkan peran sentral dalam ekonomi tetapi yang sering diabaikan dan kurang dipahami banyak kegagalan kebijakan dan masalah yang mengganggu masyarakat. Ini termasuk krisis utama untuk tanah di ekonomi modern, bagaimana mereka dapat diatasi di masa depan, tantangan yang dihadapi ekonomi dan masyarakat.
Tanah dipahami sebagai salah satu dari tiga faktor produksi, bersama dengan modal dan tenaga kerja. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan kombinasi ketiganya: sebuah peternakan jelas membutuhkan tanah untuk menghasilkan makanan, tetapi demikian juga sawah untuk menghasilkan kebutuhan pokok diantaranya beras, atau kantor pengacara untuk menyediakan layanan hukum.
Dilihat seperti ini, jelas bahwa tanah bukan hanya tanah, dan penggunaan ekonominya bukan hanya pertanian. Bahkan, tanah lebih dipahami sebagai ruang dan pendudukan ruang itu dari waktu ke waktu.
Dengan kata lain, tanah adalah aset sekaligus penyedia barang-barang konsumsi (makanan, tempat tinggal), dan harga tanah akan mencerminkan ekspektasi masyarakat terhadap aktivitas ekonomi di masa depan. Permanen dan kelangkaan yang melekat pada tanah menjadikannya aset yang baik untuk menyimpan nilai (dengan asumsi tidak ada perubahan besar pada peraturan perencanaan).
Sejarah kepemilikan tanah ahli waris Mbah Tumilah ini sudah jelas dan penting sehingga menunjukkan bagaimana Kamituo Khudori Bersama Sobiah Oknum Kepala Desa Suru Segera bertindak untuk menguasai dan memilikinya Untuk Dijual Kepada Orang Lain, baik aturan yang dilanggar karena melihat ada landasan ekonomi kapitalis kaitannya dan berkaitan dengan politik dan kekuasaannya Sebagai Perangkat Desa Suru.
Hal ini menunjukkan bagaimana fenomena ini berinteraksi dengan ekonomi dan politik dan kekuasaanya adalah bentuk penguasaan yang telah dilakukan Kamituo Khudori bersama Sobiah Selaku Kepala Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar.
Daya pikat tanah Mbah Tumilah mendorong Sobiah dan Kudori untuk melakukan konspirasi lalu menguasai, memiliki dan menjual, dengan demikian dapat dianggap kedua orang tersebut disinyalir telah melakukan penipuan.
Reporter: (R-win)