Hakim PN Surabaya Vonis Bebas Anak Eks Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni: Saya Minta Komisi Yudisial Periksa Hakim Tersebut
KOTA SURABAYA (Beritakeadilan, Jawa Timur)-Mejelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur (31) dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan seorang perempuan Dini Sera Afriyanti (29).
Anak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ini dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
Ketua majelis hakim Erintuah Damanik menilai terdakwa Ronnald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata Erintuah Damanik di PN Surabaya, Rabu (24/07/2024).
Hakim menilai, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Hakim berpendapat, kematian korban bukan karena luka dalam yang ia alami dari dugaan penganiayaan terdakwa. Melainkan disebabkan oleh minuman keras yang ia konsumsi.
"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata hakim Erintuah.
Hakim pun memerintahkan membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan dibacakan, serta mengembalikan hak-hak serta martabat Ronald.
"Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas. Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan, memulihkan hak-hak terdakwa dan memulihkan martabatnya," lanjut hakim.
Hakim Erintuah mempersilakan JPU untuk mengajukan upaya hukum bila tidak puas dengan putusannya ini.
"Sebagai mana kami katakan di awal, pendapat majelis yang adalah juga manusia, bahwa manusia itu putusan ini bisa jadi salah bisa jadi betul, dan untuk itu bagi pihak-pihak yang keberatan terhadap putusan untuk menguji putusan majelis, silakan mempergunakan haknya," kata hakim.
Menanggapi putusan itu, JPU Ahmad Muzzaki masih pikir-pikir. Sementara Ronald dan pengacaranya langsung menerima vonis bebas ini.
"Oleh karena JPU masih pikir-pikir dengan demikian putusan ini belum inkrah atau belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Kita menunggu hasil pikir-pikir dari JPU, apakah dalam tenggang tujuh hari dia mengajukan upaya hukum, kalau sudah lewat hari ke delapan tidak mengajukan upaya berarti putusan inkrah," tutup hakim.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki menuntut Ronald selama 12 tahun penjara. Terdakwa dituntut lantaran dianggap terbukti dalam dakwaan pertama yakni Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Diketahui, Dini Sera Afriyanti (29), tewas usai dugem bersama Gregorius Ronald Tannur di salah satu tempat hiburan malam yang ada di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya Rabu (04/10/2023) malam.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Surabaya, M Darwis, anak dari eks anggota DPR RI itu dijerat dengan Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengutuk keras vonis hakim PN Surabaya
"Saya dengan lantang mengutuk vonis bebas ini. Terlebih sebagai Pimpinan Komisi III DPR yang membidangi Hukum dan HAM, saya merasa sangat malu dengan putusan tersebut, rusak penegakkan hukum kita. Kasus ini kan bukti-buktinya sudah jelas, rekamannya ada, korban sampai meninggal, masa iya pelakunya bebas? Ngaco aja, jauh sekali dari tuntutan jaksa. Jadi teruntuk hakim yang menangani kasus ini, Anda sakit dan memalukan!" tegas Sahroni dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).
Lebih lanjut, Sahroni pun meminta agar Kejaksaan Agung langsung mengajukan kasasi terkait putusan tersebut. Dia juga meminta Komisi Yudisial memeriksa para hakim yang mengadili perkara karena diduga terdapat kesalahan atau kecacatan proses.
"Maka dari itu, saya minta Komisi Yudisial periksa semua hakim yang menangani perkara tersebut. Karena para hakim dengan jelas menampilkan sebuah kecacatan hukum kepada masyarakat. Dan Kejagung juga harus langsung ajukan banding terkait vonis bebas tersebut, jangan sampai tidak. Kalau dibiarkan begini, seluruh masyarakat Indonesia pasti kecewa dengan proses hukum kita," ucap Sahroni.
Sahroni beralasan hukuman terhadap pelaku akan sangat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum. Dia juga menyoroti Ronald Tannur yang merupakan anak mantan anggota DPR.
"Kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum sedang dipertaruhkan. Jangan hukum jadi tebang pilih begini, mentang-mentang anak siapa jadi berbeda perlakuannya. Sangat memuakkan dan memalukan," ujar Sahroni. (sumber: cnn-detik.news)