Ahli Pensiunan UGM Dituding Tak Netral, Perdebatan Nominee Saham
Drama Hukum Korporasi: Perkara Nany Widjaja vs Jawa Pos-Dahlan Iskan Memanas, Legalitas Ahli Disoal
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Drama persidangan perkara perdata No. 273/Pdt.G/2025/PN Sby antara Nany Widjaja melawan PT Jawa Pos (Tergugat I) dan Dahlan Iskan (Tergugat II) di Pengadilan Negeri Surabaya kembali diwarnai ketegangan. Fokus persidangan bergeser dari substansi ke persoalan formal legalitas setelah tim penggugat mempersoalkan status ahli hukum bisnis yang dihadirkan oleh kubu tergugat I.
Dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli, PT Jawa Pos menghadirkan Prof. Nindyo Pramono, mantan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, sebelum keterangan dimulai, tim kuasa hukum penggugat, Ricard Handiwiyanto dan Billy Handiwiyanto, mengajukan keberatan.
Ricard Handiwiyanto berargumen bahwa status Prof. Nindyo yang telah purna tugas (pensiun) sebagai pengajar di UGM, secara otomatis menanggalkan statusnya sebagai akademisi aktif. Akibatnya, ia harus diperlakukan sebagai profesional biasa, bukan lagi representasi institusi akademik, hal yang dinilai mempengaruhi bobot dan independensi keterangannya.
Meskipun Majelis Hakim yang dipimpin Silvi Yanti Zulfia mematahkan keberatan tersebut dengan alasan kehadiran ahli sudah diizinkan, tim penggugat tetap menilai bahwa independensi dan legalitas formal ahli adalah poin penting dalam perkara korporasi yang menyangkut kepemilikan bernilai tinggi.
Ketegangan persidangan memuncak saat giliran tim penggugat mengajukan pertanyaan. Prof. Nindyo beberapa kali tampak menyela, mengoreksi, dan memotong pertanyaan yang diajukan Billy Handiwiyanto.
“Mohon ahli tidak mengoreksi pertanyaan kami. Biarkan kami mengajukan secara utuh. Kesimpulan biar kami yang tarik,” tegas Billy.
Menurut Billy, tindakan ahli yang memotong penjelasan dan mencoba mengarahkan pertanyaan mengindikasikan ahli tidak bersikap netral dan mengganggu objektivitas pemeriksaan, terutama ketika ilustrasi yang diajukan kubu penggugat dianggap relevan.
Sesi pertanyaan juga memicu perdebatan sengit terkait konsep nominee (pinjam nama) saham. Ketika kuasa hukum Tergugat II, Johanes Dipa, menanyakan soal bukti kepemilikan saham yang sah (surat saham atas nama), ahli sempat menyatakan nominee diperbolehkan.
Pernyataan ini langsung disanggah keras oleh tim tergugat II dan diperkuat oleh kubu penggugat. Mereka menegaskan bahwa praktik nominee dalam struktur perusahaan merupakan penyelundupan hukum yang dilarang undang-undang, khususnya Pasal 33 UU Penanaman Modal, yang menyatakan praktik tersebut batal demi hukum.
Richard Handiwiyanto menegaskan usai sidang bahwa keraguan timnya terhadap netralitas ahli semakin kuat. "Di persidangan pun terlihat jengkel saat kami bertanya, padahal ilustrasi kami sangat relevan," ujarnya.
Sengketa ini sendiri menyangkut perebutan kepemilikan dan legalitas 264 lembar saham PT Dharma Nyata Press (DNP/Tabloid Nyata), di mana Nany Widjaja meminta pengadilan menyatakan Akta Jual Beli Saham No. 10/1998 dan Akta Keputusan Rapat No. 59/2018 adalah sah, serta menetapkan dirinya sebagai pemilik sah.
Sidang perkara sejarah korporasi media besar ini akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan saksi tambahan. (**)