Sudah dua kali dipenjara, Dwi Hadi kembali terbukti edarkan sabu

Hakim PN Surabaya Vonis Lebih Ringan Residivis Narkoba Kambuhan dari Tuntutan Jaksa

oleh : -
Hakim PN Surabaya Vonis Lebih Ringan Residivis Narkoba Kambuhan dari Tuntutan Jaksa
Terdakwa Dwi Hadi Prasetyo, menjalani sidang agenda Putusan Hakim diruang Sidang Garuda 2 PN Surabaya

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Belum jera dengan dinginnya dinding penjara, Dwi Hadi Prasetyo bin Usman Efendi, kembali harus mendekam di balik jeruji besi. Residivis kasus narkotika ini kembali diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dalam perkara peredaran sabu yang menjeratnya untuk ketiga kalinya.

Sidang dengan agenda pembacaan putusan berlangsung di ruang Garuda 2 PN Surabaya, Selasa (28/10/2025). Ketua Majelis Hakim Wiyanto membacakan amar putusan dengan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana: “Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I,” sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider 3 bulan kurungan. Masa penahanan terdakwa diperhitungkan sebagai pengurang masa hukuman.

Barang bukti yang dirampas dan dimusnahkan meliputi:

  • 15 poket sabu seberat 2,813 gram,
  • 1 bungkus rokok Surya,
  • 1 alat hisap sabu,
  • 8 plastik klip kosong,
  • serta 2 unit handphone merek Xiaomi gold dan Vivo biru muda yang dirampas untuk negara.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, yang sebelumnya menuntut 9 tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider 6 bulan kurungan.

Vonis berat itu dijatuhkan bukan tanpa alasan. Dwi Hadi dikenal sebagai residivis kambuhan. Pada 2011, ia divonis 5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 2 bulan kurungan. Setelah bebas, pada 2021, ia kembali ditangkap dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan.

Kini, di kasus ketiga tahun 2025, Dwi Hadi bukan hanya sebagai pengguna, tetapi juga pengedar aktif. Polisi menyita 15 poket sabu seberat total 2,813 gram, satu alat hisap, dan beberapa barang bukti lain saat penggerebekan di rumahnya di Jalan Petemon Barat No. 11-E, Surabaya, awal Juni lalu.

Dalam dakwaan jaksa, Dwi Hadi memperoleh sabu dari Zaenal alias Bogel (DPO). Barang haram seberat 10 gram itu diambil di sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya, lalu dibagi ke dalam poket kecil untuk dijual seharga Rp150 ribu hingga Rp900 ribu per gram.

Terdakwa mengaku menjual sabu demi keuntungan pribadi sekaligus agar bisa mengonsumsi gratis. Uang hasil penjualan sebagian disetorkan kepada Zaenal melalui transfer aplikasi DANA senilai Rp499 ribu.

Kasus Dwi Hadi menambah panjang daftar residivis narkoba yang kembali beraksi setelah keluar dari penjara. Fenomena ini menunjukkan lemahnya efek jera dan perlunya pengawasan rehabilitasi pasca-hukuman agar pelaku tidak kembali ke dunia gelap narkotika.

Vonis 8 tahun penjara ini menjadi peringatan keras sekaligus keprihatinan, bahwa perang melawan narkoba belum selesai — dan rehabilitasi mental bagi mantan napi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi penegak hukum dan masyarakat. (****)

banner 400x130
banner 728x90