10 Anjing Ras, 83 Burung, dan 11 Marmut Dikirim ke Atambua
Dedy Vandi Alfian Divonis 7 Bulan Penjara Kirim Satwa Tanpa Sertifikat Kesehatan
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis terhadap Dedy Vandi Alfian, terdakwa kasus pengiriman satwa dan unggas tanpa sertifikat kesehatan dari Karantina Surabaya. Ia dinyatakan bersalah atas tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Wiryanto di ruang Garuda 2 PN Surabaya, Selasa (21/10/2025), majelis hakim memutuskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan mengirim 10 ekor anjing ras, 83 ekor burung, dan 11 ekor marmut dari Surabaya menuju Atambua, Nusa Tenggara Timur, tanpa melengkapi dokumen karantina sebagaimana mestinya.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dedy Vandi Alfian dengan penjara selama 7 bulan dan denda Rp25 juta, subsider 5 bulan penjara, serta memerintahkan terdakwa tetap ditahan,” tegas Hakim Wiryanto dalam amar putusannya.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Estik Dilla Rahmawati, yang sebelumnya meminta terdakwa dijatuhi pidana 10 bulan penjara dan denda Rp25 juta subsider 5 bulan penjara.
Majelis hakim juga menetapkan barang bukti berupa 10 anjing ras (6 hidup, 4 mati), 11 marmut mati, serta 83 burung (82 hidup, 1 mati) diserahkan ke BBKSDA Jawa Timur untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya. Sementara 16 kandang besi yang digunakan untuk mengangkut satwa dirampas untuk dimusnahkan.
Kasus ini berawal pada 1 April 2024, ketika terdakwa mengemas dan mengirim berbagai jenis hewan dari Surabaya ke Atambua menggunakan KM Persada 88 tanpa dokumen karantina resmi. Dari hasil penyelidikan, terdakwa diketahui menerima upah Rp25 juta dari seseorang bernama Fredy, yang memintanya mengurus seluruh proses pengiriman.
Dalam proses pengiriman, terdakwa hanya melampirkan surat vaksin dan akta kelahiran anjing, tanpa sertifikat kesehatan hewan dari karantina. Petugas karantina kemudian melakukan pemeriksaan dan menemukan adanya pelanggaran prosedur pengiriman satwa hidup antarpulau.
Perbuatan terdakwa dianggap berpotensi menimbulkan penyebaran penyakit hewan menular, khususnya HPAI (High Pathogenic Avian Influenza) pada unggas dan burung yang dikirim tanpa pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. (***)