Dua Kurir Didakwa Jual Sabu Bayaran Hutang Bandar DPO di Surabaya
Sidang Kasus Sabu di PN Surabaya: Dua Kurir Dituding Jual Narkoba Hasil Bayaran Hutang Bandar DPO
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Sidang perkara pidana penyalahgunaan narkotika jenis sabu kembali digelar di ruang Tirta Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan dua terdakwa, yakni M. Haidar Lutfi bin Darmoko dan Agus Prabowo bin Gunawan. Kedua terdakwa didakwa melakukan tindak pidana narkotika dengan modus unik: menerima sabu sebagai pembayaran hutang dari bandar Marinero Cavalery Andhik, yang saat ini masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dzulkifly Nento dari Kejari Surabaya, disebutkan bahwa kedua terdakwa melakukan tindak pidana permufakatan jahat dalam penyalahgunaan narkotika golongan I jenis sabu.
“Tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I jenis sabu,” ujar JPU dalam berkas dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim.
Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, atau subsider Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) undang-undang yang sama. Ancaman pidana dalam pasal tersebut sangat berat, mengingat jumlah sabu yang dimiliki dan diperdagangkan melebihi 4 gram.
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan sempat mengalami penundaan sebanyak empat kali.
Awalnya, JPU dijadwalkan membacakan tuntutan pada Selasa (7/10/2025), namun belum siap. Penundaan kembali terjadi pada Senin (13/10/2025) dan Selasa (14/10/2025). Hingga kini, JPU masih belum membacakan tuntutannya.
Sidang akan dilanjutkan kembali pada Selasa (21/10/2025) mendatang, dengan agenda tetap pembacaan tuntutan dari JPU.
Dalam fakta persidangan terungkap, pada Kamis (1/5/2025) sekitar pukul 12.00 WIB, terdakwa M. Haidar Lutfi menghubungi Marinero Cavalery Andhik untuk menagih hutang senilai Rp1,6 juta. Marinero menyanggupi membayar hutang bukan dengan uang, melainkan dengan sabu seberat 2 gram. Namun, barang yang dikirim hanya 1,5 gram melalui sistem ranjauan di daerah Manyar, Gresik.
Terdakwa Haidar mengajak Agus Prabowo untuk mengambil barang tersebut yang disembunyikan di batang pisang. Setelah mendapat sabu, keduanya kembali ke kost di Jalan Simo Hilir Barat XII/13, Surabaya, lalu membagi sabu menjadi empat poket — sebagian dikonsumsi bersama, sisanya disiapkan untuk dijual kembali.
Pada Jumat (16/5/2025) sekitar pukul 22.00 WIB, petugas Polrestabes Surabaya melakukan penggerebekan di Hotel RedDoorz, Simo Hilir Barat XII/13. Terdakwa Agus Prabowo terlebih dahulu diamankan di lobi hotel, dan dari penggeledahan ditemukan 1 unit ponsel Oppo biru.
Selanjutnya, polisi menuju kamar 108 Hotel RedDoorz, tempat M. Haidar Lutfi berada. Di kamar tersebut ditemukan empat kantong plastik berisi sabu dengan berat masing-masing 2,240 gram, 0,870 gram, 0,872 gram, dan 0,433 gram — total 4,415 gram sabu.
Barang bukti lain yang turut diamankan yaitu 1 HP Vivo, 1 pak plastik klip, dan 1 kantong plastik abu-abu.
Dari hasil pemeriksaan, terdakwa Haidar mengaku menjual sabu dengan harga bervariasi antara Rp100 ribu hingga Rp1,5 juta, melalui pertemuan langsung atau sistem ranjauan. Sedangkan terdakwa Agus Prabowo mendapat imbalan berupa sabu gratis dan upah Rp50 ribu setiap kali berhasil mengantarkan barang kepada pembeli.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan bagaimana praktik perdagangan narkotika dilakukan lintas jaringan, bahkan hingga menjadi alat pembayaran hutang antar pengedar.
Sidang berikutnya akan kembali digelar di PN Surabaya pada Selasa, 21 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Publik kini menantikan, apakah JPU Dzulkifly Nento akan siap membacakan tuntutan setelah empat kali penundaan sebelumnya. (***)