Wihaji: Gotong Royong Pentahelix Jadi Kunci Turunkan Stunting
BKKBN Dorong Gerakan GENTING, Lawan Stunting Tanpa Dana APBN
JAKARTA PUSAT (Beritakeadilan.com, DKI JAKARTA) – Dalam upaya memperkuat kolaborasi pentahelix sekaligus memperluas diseminasi informasi tentang pencegahan stunting, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Tribun Network menggelar Talkshow Solidaritas GENTING bertajuk “Tumbuh Tanpa Batas” di Studio 1 Menara Kompas, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Kegiatan ini menghadirkan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd. sebagai keynote speaker, didampingi Wakil Menteri Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, CEO Tribun Network Dahlan Dahi, serta mitra pentahelix dari unsur pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial, dan masyarakat sipil.
Sejumlah lembaga besar turut berpartisipasi, antara lain Bank Mandiri, BNI, BSI Maslahat, Baznas, Indofood, Yayasan Kita Bisa, Rumah Zakat, LazisMu, dan Rotary Club Distrik 3410.
Dalam sambutannya, Menteri Wihaji menegaskan bahwa Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) bukanlah program berbasis APBN, melainkan murni gerakan sosial nasional yang dibangun atas dasar kepedulian bersama.
“Program GENTING ini tidak menggunakan dana APBN. Kami membangun gerakan ini dengan semangat gotong royong dan kepedulian mitra pentahelix. Bantuan dari BUMN, BUMD, dan lembaga sosial langsung disalurkan ke penerima manfaat tanpa perantara kementerian,” tegas Wihaji.
Program GENTING diinisiasi BKKBN pada 5 Desember 2024 di Karawang. Gerakan ini bertujuan mempercepat penurunan stunting melalui dukungan nyata bagi keluarga berisiko stunting (KRS), dengan fokus pada pemenuhan gizi, sanitasi, air bersih, dan edukasi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Menurut Wihaji, pendekatan non-APBN memungkinkan percepatan bantuan di lapangan karena tidak terhambat birokrasi. Hingga Oktober 2025, sebanyak 271 ribu orang tua asuh telah tergabung dalam gerakan ini, membantu lebih dari 1,1 juta anak dengan 185 ribu intervensi gizi dan edukasi keluarga.
“Kalau dikapitalisasi, bantuan yang tersalurkan mencapai Rp291 miliar. Ini bentuk nyata solidaritas bangsa,” tambahnya. Wihaji menjelaskan, ide GENTING terinspirasi oleh dua hal penting: Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) di era 1990-an, serta tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia yang tertinggi di dunia berdasarkan World Giving Index.
“Sebanyak 66 persen masyarakat Indonesia suka membantu orang yang tidak dikenal. Ini menunjukkan bahwa gerakan kebaikan seperti GENTING akan selalu menemukan jalan,” ujarnya.
Berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting nasional masih berada di angka 19,8 persen. “Artinya, dari 10 balita, dua di antaranya mengalami stunting. Itu berarti dua anak kehilangan kesempatan tumbuh sehat dan cerdas,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa stunting bukan sekadar soal gizi, tetapi juga disebabkan kurangnya akses air bersih, sanitasi buruk, dan rendahnya edukasi pernikahan dini.
“Kalau gagal di seribu hari pertama kehidupan, hanya 20 persen anak stunting yang bisa disembuhkan. Artinya kita kehilangan 80 persen potensi generasi masa depan,” ujar Wihaji menekankan.
Menutup sambutannya, ia menyerukan komitmen nasional menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada 2029. “Saya yakin, dengan kolaborasi, optimisme, dan keyakinan, Indonesia akan baik-baik saja,” pungkasnya.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, MM, yang mengikuti kegiatan secara daring, menyampaikan apresiasi terhadap peran media dalam edukasi publik.
“Kita berharap angka stunting di Jawa Timur terus menurun dengan peran aktif media dalam menyuarakan edukasi bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, angka stunting di Jawa Timur turun signifikan dari 17,7 persen (2023) menjadi 14,7 persen (2024) — atau penurunan sekitar 3 poin persentase dalam tiga tahun terakhir.
Keberhasilan ini ditopang oleh tiga faktor utama: kolaborasi lintas program pembangunan, partisipasi masyarakat, serta dukungan insan media.
“Tantangan terbesar ada pada empat kluster penyebab stunting, yaitu pola asuh, kemiskinan, faktor bawaan, dan sanitasi lingkungan. Yang paling dominan adalah pola asuh,” jelas Maria.
BKKBN Jatim kini memperkuat Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader PKK, dan kader KB. Sedikitnya 93 ribu TPK aktif mendampingi keluarga berisiko stunting, terutama calon ibu dan bayi di 1000 hari pertama kehidupan.
“Di perkotaan, pola pengasuhan sering diserahkan kepada pengasuh yang belum memahami pola asuh anak. Karena itu, kami dorong mereka juga mendapat edukasi pengasuhan yang benar,” pungkasnya. (***)