Modus penipuan berkedok visa Furoda bongkar dugaan jaringan ASN Kemenag
Skandal Visa Furoda: Oknum ASN Kemenag Diduga Rampas Mimpi Haji Puluhan Jamaah, Rugi Miliaran

JAKARTA TIMUR (Beritakeadilan.com, DK Jakarta)–Ibadah suci yang didambakan puluhan tahun berubah menjadi luka mendalam. Puluhan calon jamaah haji dari berbagai travel menjadi korban penipuan berkedok visa Furoda, jalur keberangkatan non-kuota yang justru dimanfaatkan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kanwil DKI Jakarta.
Kasus ini terungkap setelah laporan beruntun dilayangkan kepada aparat penegak hukum dan media. Tiga nama yang diduga terlibat mencuat: Td, PD, dan HM, dengan dugaan persekongkolan sistematis yang merugikan korban hingga miliaran rupiah.
Kisah bermula saat Td, pejabat di Kanwil Kemenag Jawa Barat, menawarkan kuota haji jalur Furoda kepada pemilik travel MU. Td kemudian memperkenalkan MU kepada PD, perantara yang mengatur teknis pembayaran.
PD lalu menghubungkan MU dengan HM, ASN di Kanwil Kemenag DKI Jakarta yang disebut sebagai penghubung utama pengurusan visa. HM meminta pembayaran segera dengan alasan untuk “mengamankan slot keberangkatan.”
Para calon jamaah dikumpulkan di Hotel Lingga Bandung selama dua hari (28–29 Mei 2025) dengan alasan pembuatan ulang paspor. HM bahkan memimpin sesi manasik dan menjanjikan keberangkatan haji segera.
Pada 30 Mei 2025, jamaah dipindahkan ke Hotel Ibis Styles Jakarta Airport dengan alasan keberangkatan melalui Bandara Soekarno-Hatta. Koper haji dibagikan dengan logo travel PT Firdaus Wisata Insani ditutup dan diganti emblem “Haji Indonesia 2025” untuk menambah kesan resmi.
Namun, harapan itu sirna. HM tiba-tiba mengumumkan bahwa keberangkatan ditunda hingga setelah musim haji tanpa alasan jelas.
Dokumen dan bukti transfer menunjukkan bahwa dana sebesar Rp1,1 miliar ditransfer oleh PT Akmalusya Fiqoh ke rekening pribadi Mansyur di BCA. Transaksi dilakukan dalam lima tahap atas permintaan HS dan HM, mengatasnamakan proses administrasi jalur Furoda.
Namun pada 1 Juni 2025, para jamaah dikejutkan saat mengetahui HM telah check-out diam-diam dari hotel. Saat mendatangi rumah HM di Jakarta Utara, mereka hanya bertemu istri dan menantunya. Tidak ada pertanggungjawaban, tidak ada kepastian.
Pakar hukum menilai skema ini tergolong kejahatan berat karena melibatkan penyalahgunaan jabatan publik, penipuan atas nama ibadah, dan aliran dana ke rekening pribadi.
Aturan yang dilanggar antara lain:
- Pasal 378 KUHP – Penipuan: penjara maksimal 4 tahun
- UU No. 13/2008 tentang Ibadah Haji – Larangan penarikan biaya tanpa dasar hukum
- UU No. 8/2010 tentang TPPU – Penjara hingga 20 tahun, denda Rp10 miliar
- UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi – Hukuman hingga seumur hidup
- PP No. 94/2021 tentang ASN – Pemberhentian tidak hormat
- Pasal 29 UUD 1945 – Pelanggaran hak warga negara untuk beribadah
Para korban mendesak Kemenag, Kepolisian, dan KPK untuk bertindak tegas. Mereka meminta pembekuan aset pelaku, pengusutan hingga ke akar, dan pengembalian dana jamaah. “Ini bukan penipuan biasa. Ini pengkhianatan terhadap nilai agama dan amanah rakyat. Kami minta keadilan ditegakkan,” tegas salah satu korban.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan haji di Indonesia. Lemahnya pengawasan, celah regulasi visa Furoda, dan keberanian oknum ASN menyalahgunakan jabatan membuktikan bahwa ibadah dapat dipolitisasi dan diperdagangkan.
Negara dituntut hadir dan tegas. Jika tidak, kepercayaan publik akan hancur dan rakyat kecil yang telah menggadaikan harta untuk berhaji menjadi korban paling dirugikan.
(M. Nur / Tim Redaksi)
Beritakeadilan.com – Mengabdi pada Kebenaran & Keadilan