Terpidana Suap, Eks Hakim Itong Isnaeni Jadi ASN di PN Surabaya

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Polemik kembali muncul setelah Mahkamah Agung (MA) mengangkat Itong Isnaeni Hidayat, eks Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang pernah dipenjara karena kasus suap, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan PN Surabaya.
Humas PN Surabaya, S. Pujiono, menegaskan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menolak keputusan tersebut. Menurutnya, pengangkatan Itong merupakan keputusan penuh dari MA dan PN Surabaya hanya bertugas menjalankan.
“Kalau PN Surabaya tidak punya hak untuk menolak dan hanya punya hak untuk menerima. Kita dari PN Surabaya tidak pernah mengusulkan juga. Kita hanya menerima saja dan melaksanakan,” kata Pujiono di hadapan wartawan, Rabu (27/8/2025).
Pujiono menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Keputusan (SK) Sekretaris MA, Itong resmi masuk dalam jajaran ASN PN Surabaya dengan jabatan analis perkara peradilan.
“Sudah pasti di sini. Sebelumnya yang bersangkutan punya jabatan dua, satu hakim, satunya PNS. Dan kemarin hakimnya diberhentikan oleh Bapak Presiden, dan ini SK PNS-nya,” tambahnya.
Dalam SK tertulis, status ASN Itong berlaku sejak 1 Februari 2022, meski baru diterbitkan pada 17 Agustus 2025. Pujiono menegaskan, terkait pertimbangan hukum atau kebijakan pengangkatan tersebut, hanya MA yang berhak menjawab.
“Yang berhak menjawab bagaimana pertimbangannya yaitu Mahkamah Agung. Kita hanya menerima atau sebagai pelaksana,” tegasnya.
Saat ditanya apakah ASN yang pernah terjerat kasus hukum lebih dari satu tahun penjara masih bisa menduduki jabatan di lembaga negara, Pujiono enggan berkomentar lebih jauh.
“Kalau soal itu saya tidak bisa menanggapi ya, karena itu kewenangan Mahkamah Agung,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden RI melalui Keputusan Presiden Nomor 50/P/2025 secara resmi memberhentikan Itong dari jabatannya sebagai hakim PN Surabaya per 30 November 2023. Namun, MA kembali mengeluarkan SK baru yang mengangkat Itong sebagai ASN di PN Surabaya.
Untuk diketahui, Itong Isnaeni Hidayat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2022. Saat itu, KPK menyita Rp140 juta sebagai bagian dari total suap Rp450 juta yang diberikan untuk memengaruhi putusan perkara perdata pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Majelis Hakim Tipikor Surabaya kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp390 juta. Meski melakukan banding hingga peninjauan kembali, Mahkamah Agung tetap menguatkan putusan tersebut.
Kini, keputusan MA mengangkat kembali eks napi korupsi sebagai ASN di lembaga peradilan dinilai publik sebagai tamparan keras terhadap upaya pemberantasan korupsi serta transparansi peradilan di Indonesia. (**)