Dakwaan Penyerobotan Tanah Jalan Donokerto XI di PN Surabaya, Muhammad Arfan: Perkara ini Ne Bis In Idem

oleh : -
Dakwaan Penyerobotan Tanah Jalan Donokerto XI di PN Surabaya, Muhammad Arfan: Perkara ini Ne Bis In Idem
(Kiri) Advokat Muhammad Arfan.,S.H, Siti Mualiyah dan Sugeng Handoyo

KOTA SURABAYA (Beritakeadilan, Jawa Timur)- Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mendakwa Pasangan Suami Istri (Pasutri) paruh baya atas dugaan penyerobotan  tanah yang diatasnya berdiri sebuah rumah di Jl. Donokerto XI/70, RT 05/RW 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Kota Surabaya, Senin (02/11/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jl. Arjuno, Surabaya. Dalam dakwaannya Perkara Nomor :2134/Pid.B/2024/PN Sby, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dedy Arisandi.,S.H.,M.H menyatakan, bahwa Sugeng Handoyo (55 tahun) dan Siti Mualiyah (54 tahun), warga Jl. Donokerto XI/70, RT 05/RW 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Kota Surabaya melakukan penyerobotan tanah, seperti yang dimaksud 167 ayat (1) jo Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Dimana dakwaan ini berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/570/V/2023/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 27 Mei 2023 atas nama pelapor Victor Sidharta, S.H.

Advokat Muhammad Arfan.,S.H dan Advokat Raya Afrizal.,S.H Advokat Muhammad Arfan.,S.H dan Advokat Raya Afrizal.,S.H

Dalam agenda sidang eksepsi, fakta-fakta yang terungkap berdasarkan keterangan kedua terdakwa (Sugeng Handoyo dan Siti Mualiyah, red) yang disampaikan Muhammad Arfan.,S.H, bahwa dakwaan yang dibacakan JPU sangat bertentangan dengan fakta-fakta peristiwa pidana yang sesungguhnya telah terjadi.

Dakwaan yang dibacakan JPU, yang mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 167 ayat 1 jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP, sangat tidak rasional dengan fakta di lapangan, dimana kedua terdakwa tidak memiliki niat untuk memasuki rumah orang lain, tanpa ijin melainkan terdakwa Sugeng Handoyo Lahir dan dibesarkan oleh orang tuanya yang bernama Semi di obyek sengketa di Jl. Donokerto XI/70 atau di objek yang didakwakan JPU.

"Kemudian Siti Mualiyah menempati obyek tersebut atas dasar dirinya menikah dengan Sugeng Handoyo pada tahun 1992 di Kediri dan satu minggu kemudian kembali ke Surabaya serta memiliki anak pertama pada tahun 1993 yang dilahirkan di obyek Jl. Donokerto XI/70 Surabaya," jelas Arfan panggilan akrab Advokat yang tergabung di dalam Kantor Hukum DWI HERI MUSTIKA dan SEKUTU, di Jl. Wonorejo Selatan Baru No. 64 A, RT 010/RW 008, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya.

Arfan menambahkan, bahwa sebelumnya tanah tersebut disewa oleh Kakek dan Nenek Angkat terdakwa Sugeng kepada Koperasi Pemilik Rumah Indonesia. KOPERINDO yang dahulu bertempat dan berkantor di Jalan Kembang Jepun Nomer 165, Surabaya.

JPU Dedy Arisandi.,S.H.,M.H, Siti Mualiyah dan Sugeng Handoyo JPU Dedy Arisandi.,S.H.,M.H, Siti Mualiyah dan Sugeng Handoyo

"Lucu dan anehnya lagi, perkara objek ini pernah diadili di PN Surabaya dengan nomor perkara Pidana 642/Pid.B/2000/PN Sby atas nama ayah tiri terdakwa Sugeng, bernama Suyono Nur Abadi yang saat ini sudah dinyatakan meninggal dunia. Apakah perkara ini bisa dikatakan ne bis in idem," jelas Arfan.

"Kemudian kakek dan nenek angkat terdakwa Sugeng tidak memiliki anak, sehingga mengambil ibu kami selaku keponakannya untuk menjadi anaknya atau Anak Asuhnya. Sementara dahulu kakek dan nenek terdakwa Sugeng tidak tahu atau awam dalam masalah Administrasi kependukan yang benar. Sehingga kakek dan nenek terdakwa Sugeng tidak pernah mengurus administrasi hak asuh anak di pengadilan terhadap  ibu terdakwa Sugeng, yang bernama Semi," ungkap Arfan.

Arfan menjelaskan, bahwa terakhir nenek angkat terdakwa Sugeng, sebelum meninggal dunia tidak pernah ada yang mengakui tanah dan bangunan di Jalan Donokerto XI /70, Surabaya. "Lalu, kader-kader PDI menempati rumah di Jalan Donokerto XI/70, Surabaya di ijinkan Pak Suyono Nur Abadi, karena sudah membantu di pengadilan negeri pada tahun 2000. Jadi tidak benar, kader-kader PDI menempati rumah di Jalan Donokerto XI/70, Surabaya minta ijin ke Victory Sidharta atau Gardinah Tanudjaja," ucap Arfan.

"Sehingga kami menduga ada oknum di instansi pemerintah yang menyalahgunakan kewenangan,  sehingga tanah dan bangunan tersebut terbit Sertifikat Hak Milik (SHM), sedangkan pada tahun 2000 di persidangan Panca Buana Sidharta pada saat itu tidak bisa membuktikan asal-usul perolehan tanah tersebut, yang sekarang menjadi atas nama Gardinah Tanudjaya," tutup Arfan. (red)

   

banner 400x130
Paralegal