Mantan Ketua DPRD Kabupaten Magelang Didakwa Melakukan Kekerasan Seksual Terhadap Empat Santriwati

oleh : -
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Magelang Didakwa Melakukan Kekerasan Seksual Terhadap Empat Santriwati
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Magelang, berinisial ALA duduk dikursi pesakitan
banner 970x250

KABUPATEN MAGELANG (Beritakeadilan, Jawa Tengah)-Pengadilan Negeri Mungkid, Kabupaten Magelang, menggelar sidang perdana kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan terdakwa berinisial ALA terhadap 4 (empat) santriwatinya di sebuah pondok Pesantren di daerah Tempuran, Magelang, Senin (11/11/2024).

Peristiwa ini mengejutkan masyarakat, mengingat terdakwa merupakan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Magelang serta pernah menjadi pengurus di Partai dan Organisasi Masyarakat (Ormas) berbasis agama sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Sidang dengan nomor perkara 242/Pid.Sus/2024/PN Mkd tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim, Fahrudin Said Ngaji dengan hakim anggota Asri dan Alfian Wahyu Pratama, serta Panitera Ario Legowo Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini adalah Naufal Ammanullah, dan Aditya Otavian.

Terdakwa ALA hadir didampingi penasihat hukumnya, Satria Budi, dan M Fauzi dalam persidangan yang beragendakan pembacaan dakwaan.

Terdakwa dijerat dengan pasal 6c juncto pasal 15 ayat 1 huruf b, c, dan e Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dengan denda hingga Rp 290.465.000.

Kehadiran pihak-pihak yang mendukung para korban, termasuk Penasehat Hukum korban Ahmad Solihudin, dan Gunawan Pribadi bersama Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat yang dipimpin oleh Pujiyanto (alias Yanto Pethuk’s), menunjukkan besarnya perhatian masyarakat terhadap kasus ini.

Yanto Pethuk’s menegaskan mereka akan terus mengawal kasus ini hingga putusan maksimal sesuai tuntutan jaksa, seraya menyerukan agar Pengadilan Negeri Mungkid menjunjung prinsip keadilan tanpa tebang pilih dalam proses hukum, terlepas dari status sosial terdakwa.

Kasus ini menjadi ujian penting bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam menangani tindak kekerasan seksual. Keberadaan pelaku di ranah sosial yang sebelumnya terhormat, dengan status sebagai tokoh agama dan politik, mempertegas pentingnya kesetaraan hukum.

Masyarakat berharap bahwa putusan yang dijatuhkan akan merefleksikan prinsip keadilan, bukan hanya sebagai bentuk penegakan hukum, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya perlindungan bagi para korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan.

(Al)

banner 400x130
banner 728x90