Gudang Diduga Penyedia Oli Palsu Beromzet Milyaran di Kalideres Tak Tersentuh Hukum

JAKARTA BARAT (Beritakeadilan, DK Jakarta) - Adanya kegiatan di sebuah Gudang yang diduga difungsikan sebagai tempat menyimpan dan mendistribusi oli palsu berbagai merk di Jl. Kapuk Kamal Indah 1 Blok A, RT 01/RW 01, Kamal Kalideres, Jakarta Barat terkesan tak tersentuh hukum dan kebal hukum. Padahal kegiatan tersebut disinyalir melanggar hukum. Sampai hari ini Selasa (01/10/2024) dari pantauan www.beritakeadilan.com masih ada kegiatan seperti biasa berjalan dengan aman.
Menurut seorang warga, gudang tersebut disewa, berinisial KO dan penanggung jawab operasional setiap harinya adalah berinisial DE. menurut warga yang tinggal disekitar gudang tersebut, mengaku bahwa usaha tersebut sudah berjalan hampir 2 (dua) tahun. Kenapa aman ?, mungkin sudah berkoordinasi sekaligus atensi ke Aparat Penegak Hukum (APH) atau Dinas terkait, sehingga terkesan aman dari pelanggaran hukum. Tapi ini perlu di cek kebenarannya.
Keberadaan gudang yang diduga menyediakan oli palsu ini sangat meresahkan dan merugikan masyarakat khususnya konsumen yang membutuhkan oli sebagai pelumas mesin. Kabarnya, peredarannya meliputi Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) dan Jawa Barat.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), Budi Wahyudin Cukup kaget dan sangat mengharapkan tindakan tegas dari APH dan dinas terkait mengenai keberadaan gudang yang diduga menyediakan oli palsu tersebut. "Karena jelas sudah sangat meresahkan dan merugikan masyarakat banyak. Saya akan ikut mengawal temuan ini sampai mendapatkan tindakan tegas dan mendapatkan sanksi hukum sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku," tegas Budi Wahyudin.
"Jika gudang yang diduga menyediakan oli palsu tersebut benar adanya, maka tentunya itu melanggar Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp 5 miliar. Mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 113 jo Pasal 57 Undang-Undang tentang Perdagangan. Ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp 5 miliar, " tutup Budi Wahyudin. (red)