Sidang Terbunuhnya Santri Ponpes Al-Hanifiyyah, JPU Tuntut 15 Tahun Penjara
KABUPATEN KEDIRI (Beritakeadilan, Jawa Timur)– Sidang tuntutan pidana penganiayaan santri Ponpes Al-Hanifiyyah, bernama Bintang Balqis yang meninggal akibat penganiayaan teman-temannya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, Selasa (7/8/2024)
Kedua terdakwa, MN (18) asal Sidoarjo dan MA (18) asal Nganjuk, dituntut dengan hukuman penjara masing masing 15 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nanda Yoga Rohmana, S.H., M.H. dan Niluh Ayu SP., S.H., telah membacakan tuntutan pidana terhadap terdakwa M. Aisy Afifudin dan Muhammad Nasril Ilham yang telah melanggar Pasal 80 ayat (3) Juncto Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“Menjatuhkan Pidana penjara masing-masing selama 15 Tahun dan membayar denda masing-masing sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) jika tidak dibayar diganti dengan pidana 6 (enam) bulan kurungan, serta
"Membayar restitusi kepada keluarga (orang tua) korban Bintang Balqis sebesar Rp 213.678.000,- (dua ratus tiga belas juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) masing-masing membayar Rp 106.839.000,- (seratus enam juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah), jika tidak dibayar diganti dengan pidana penjara 1 (satu) tahun," terang Niluh ketika membaca tuntutan.
Ditempat yang sama Ali Wasi’in, Penasehat Hukum (PH) dua terdakwa mengaku akan melakukan pembelaan atas tuntutan jaksa ini. Terkait dengan tuntutan 15 tahun dari JPU, menurut Ali masih memberatkan bagi terdakwa, sebab masih di bawah umur.
“Kita sebagai kuasa hukum, mereka ini masih anak-anak yang mempunyai masa depan panjang. Kita akan lakukan pembelaan secara maksimal,” kata Ali.
Suyanti, Ibu Bintang Balgis yang hadir dipersidangan tidak terima dua terdakwa hanya dituntut 15 tahun penjara.
“Harus di hukum seumur hidup atau mati patut diberikan kepada mereka, karena sudah menghilangkan nyawa anak saya, dan untuk pembelajaran selanjut (efek jera-red),” ujar Suyanti sambil menangis.
Sebelumnya Aliansi Kediri Bersatu (AKB) melakukan diskusi kepada pihak majelis Hakim.
Humasnya PN Kabupaten Kediri, Dwiyantoro menyatakan, mereka hanya mengawal perkara atas nama terdakwa, intinya karena ada tanya ada isu-isu yang enggak sedap agar pengadilan tetap dan teladan, "Pak ketua tadi juga menyampaikan kepada Aliansi itu," jelas Dwiyantoro.
“Silakan dikawal pengadilan tetap akan menyidangkan dengan sebaik-baiknya dan tentunya tetap memenuhi rasa keadilan kepada masyarakat apa yang dituntut mereka hari ini,” terang Dwiyantoro mengutip perkataan Kepala PN Kabupaten Kediri.
Acara hari ini tuntutan dari penuntut umum,disinggung apabila tuntutan aliansi tidak terpenuhi Dwiyantoro menegaskan,pengadilan sifatnya memutuskan perkara apa yang disidangkan sesuai fakta (Keadilan-red).
“Ya kami akan putus, majelis hakim akan memutuskan tentunya tidak keluar dari fakta-fakta persidangan yang ada," tegasnya.
Ponpes Al Hanifiyah belum mengantongi izin operasional pesantren (Sumber: tirto.id)
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Mohammad As'adul Anam menyebutkan, Ponpes Al Hanifiyah ternyata tidak memiliki izin setelah dilakukan penyelidikan.
"Tempat kejadian itu ada di Pondok Al Hanifiyyah, bukan Pondok Al Ishlahiyyah. Tapi, korban belajar di MTs Sunan Kalijogo di Pondok Al Islahiyyah. Keberadaan pondok pesantren tersebut belum memiliki izin operasional pesantren," tegas As'adul Anam, Selasa (27/2/2024).
Ponpes Al Hanifiyah diketahui tidak terdaftar alias tidak mengantongi Nomor Statistik Pesantren (NSP) yang biasa dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag).
"Dia itu bukan pesantren tetapi mengaku dirinya pesantren. Dia pesantren yang tidak diakui negara," kata M. Ali Ramdhani, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag.
Ia menambahkan, Ponpes Al Hanifiyah memang berbentuk sebuah pesantren secara umum. Namun, tidak memiliki izin.
Kemenag sebenarnya sudah membikin regulasi PMA 73 tahun 2022 dan PKMA 82 tahun 2023 tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan. Mereka juga dilaporkan sudah melakukan sosialisasoi agar pesantren menjadi tempat ramah anak.
Di dalam struktur, Kemenag mempunyai kepala seksi pesantren yang menjangkau wilayah kabupaten/kota. Tugasnya mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap pesantren-pesantren yang berizin. (*)
Reporter : Dedy Luqman Hakim