Kamada LMP DKI Jakarta Desak Kapolri Tindak Edy Mulyadi
BEDIL (Jakarta) - Dalam beberapa hari ini masyarakat Indonesia khususnya Masyarakat Kalimantan dilukai oleh pernyataan Rasis dan diskriminatif oleh seorang oknum wartawan yang merupakan politisi dari PKS dalam menyikapi pengesahan UU Ibu Kota Nasional (IKN) sebagai Ibukota baru Republik Indonesia yang menjadikan seluruh jagat media sosial terjadi kegaduhan.
"Menurut saya apa yang dilakukan oleh seorang Edy Mulyadi yang mengaku sebagai seorang wartawan bahkan seorang politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah merupakan sebuah bentuk provokasi yang bukan hanya mengusik masyarakat Kalimantan, akan tetapi juga telah melukai dan memancing kemarahan seluruh masyarakat Kalimantan yang selama ini selalu hidup menghormati satu sama lain dengan warga masyarakat lain diluar Kalimantan." terang Adv. Susandi, SH selaku Ketua Markas Daerah Laskar Merah Putih Provinsi DKI Jakarta. Senin, (24/01/2022).
"Saya sendiri selaku masyarakat dari Kalimantan Barat mendesak Kapolri dan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan terhadap pernyataan Edy Mulyadi dan temannya yang telah sangat jelas menghina dan melecehkan masyarakat Kalimantan, juga diskriminatif dan rasis, dan begitu terang-terangan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919, dimana UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis." ujarnya.
Chandra Kirana, CM, NLP, CHt selaku Sekretaris Daerah Laskar Merah Putih Provinsi DKI Jakarta menegaskan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.
"Harus diambil tindakan tegas oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap pelakunya karena bukan hanya patut diduga melain sudah jelas terbukti dan terangan-terangan dilakukan yang bersangkutan melalui video yang tersebar luas diberbagai media sosial."tuturnya.
Hal ini tidak bisa dibiarkan, karena adanya pemaksaan kehendak warga negara akibat dari kepentingan politik yang dibawa pada sentimen RAS dan ETNIS yang tidak pada tempatnya.
UU Penghapusan diskriminasi ras dan etnis bertujuan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.
"Dengan apa yang dilakukan oleh Edy Mulyadi jelas menunjukkan ada pelecehan dan anti kesetaraan seperti penegasan UU Nomor 40 tahun 2008, dimana kesetaraan disini mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diberlakukan dengan sama, sesuai bunyi pasal 28D ayat (1) yang menyatakan: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum."tegasnya.
Dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia pada pasal 3 secara tegas memerintahkan :
(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat
persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam
semangat di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan manusia, tanpa diskriminasi.
Selain itu dalam UU ITE Pasal 28 Ayat 2, setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Namun kenyataannya orang-orang yang secara provokatif dan tidak bertanggung jawab dan yang memahami hukum justru secara arogansi melakukan pelanggaran terhadap undang-undang dinegeri dalam memberikan contoh cara-cara berpolitik yang kotor dan primitif seperti contoh yang dilakukan oleh politisi PDI Perjuangan dalam menyikapi kearifan lokal berbahasa Sunda dan Edy Mulyadi politisi PKS yang juga merupakan seorang wartawan." kata Chandra.
"Itu hanya salah satu contoh dan sikap politisi di negeri ini dimana kejadiannya masih segar dan terjadinya dibulan Januari ini, tidak dapat diabaikan karena patut diduga ada kepentingan politik untuk menciptakan kegaduhan dengan agenda politik tahun 2024 nantinya". tutup Bang Sandy mengakhiri pembicaraannya. (Faresi/Red)