Polsek Teluknaga Berhasil Restorative Justice Perkara Pengancaman

KABUPATEN TANGERANG (Beritakeadilan.com, Banten) - Kasus dugaan pengancaman yang terjadi di Tangerang wilayah Hukum polsek Teluknaga telah berakhir dengan perdamaian melalui mekanisme keadilan (restorative justice).
Penyelesaian ini menunjukkan keberhasilan penyidik dalam menangani perkara secara humanis dan berbasis musyawarah.
Kasus ini bermula pada Jum'at, 15 November 2024, sekitar pukul 12.55 WIB, di Jalan Radiator Ujung RT.002/015, Desa Salembaran, Kecamatan Kosambi, Tangerang Banten. Saat itu, M. Sahfol Daili melaporkan EA ke SPK Polsek Teluknaga dengan pengancaman, sebagaimana tertuang dalam laporan polisi LP/B/251/IX/2024/SPKT/POLSEK TELUKNAGA/POLRES METRO TANGERANG KOTA/POLDA METRO JAYA.
Seiring berjalannya waktu, kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk berdamai.Perdamaian tersebut berlangsung di Mapolsek Teluknaga pada Minggu, 16 Maret 2025, dengan disaksikan oleh kuasa hukum masing-masing, saksi dari pihak pelapor dan terlapor, serta aparat kepolisian.
Dalam kesepakatan itu EA, sebagai terlapor berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, sementara penyelesaian secara adat Nias dijadikan bagian dari proses pemulihan harkat dan martabat.
Kuasa hukum EA, Rurih SH., CM, menyampaikan apresiasi atas pendekatan restorative justice dalam perkara ini.
" Kedatangan kami dan Team selaku Kuasa hukum ke Mapolsek Teluknaga untuk mengupayakan mediasi antara klien kami dengan pelapor. Mediasi ini difasilitasi oleh Iptu. Zaenal selaku Kanit dan Timnya. kami bersyukur karena semua pihak dapat mencapai kata sepakat." ujar Rurih kepada awak media
Rurih juga mengungkapkan sisi emosianal dari kasus ini,terutama dampaknya terhadap keluarga kliennya.
" Anaknya EA yang masih berusia llima tahun terus menanyakan kapan ayahnya pulang.ini menjadi alasan kuat bagi kami untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan, dengan harapan mendapatkan kebijaksanaan dari pihak kepolisian dan pimpinan diatasnya." tambahnya.
Pada Sabtu, 29 Maret 2025, Rurih SH., CM menunjukkan surat pernyataan perdamaian yang telah ditandatangani oleh korban dan pelaku.
Dalam surat tersebut, EA mengakui kesalahannya dan pihak korban beserta keluarga telah memberikan maaf.
Penyelesaian Perkara ini selaras dengan Peraturan polri no. 8 tahun 2021, yang salah satu isinya meminta penyidik memiliki prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara, serta peraturan kejaksaan RI no. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Pendekatan ini menjadi bentuk nyata dari upaya hukum yang lebih mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan dan kemanusiaan.
(Al)