Praperadilan Ditolak PN Lamongan Kuasa Hukum Wayudi: Keadilan Sudah Mati

KABUPATEN LAMONGAN (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) - Permohonan praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan dan Ainur Rofik, resmi ditolak oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Lamongan. Putusan itu dibacakan dalam sidang putusan praperadilan pada Rabu (7/5/25) sekitar pukul 14.10 WIB.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lamongan, Anton Wahyudi, menyatakan bahwa pihaknya bersyukur atas hasil putusan tersebut.
“Alhamdulillah, alhamdulillahirabbil’alamiin, kinerja pemeriksaan yang kami lakukan sudah sesuai dengan prosedural dan ketentuan. Tinggal nanti kita buktikan di sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor,” ujarnya.
Anton menyatakan, pada hari ini juga, Kejaksaan Lamongan juga melakukan tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum untuk segera dilimpahkan ke pengadilan.
Sementara itu, kuasa hukum Wahyudi, Muhammad Ridlwan, menyampaikan rasa kecewa atas ditolaknya permohonan tersebut. Menurutnya, putusan praperadilan tidak dibacakan secara jelas di persidangan, dan hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan resmi keputusan tersebut.
“Dengan penolakan ini, bagi kami keadilan sudah mati, kepastian hukum sudah tidak ada. Kalau standarisasi yang dipakai penyidik kejaksaan dalam menuntut kasus tindak pidana korupsi pasal 2 dan 3 seperti ini, maka semua kepala dinas, semua instansi yang sudah diperiksa BPK dan memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), masih bisa diproses dengan standar lain, seperti audit dari akuntan publik lain atau lembaga lain,” ungkap Ridlwan.
Padahal, lanjut Ridlwan, menurut undang-undang, untuk urusan korupsi pasal 2 dan 3, hanya BPK yang berwenang melaporkan jika ada indikasi pidana.
Ridlwan juga mempertanyakan siapa pihak pelapor dalam kasus kliennya, Wahyudi. “Bagi kami, pihak yang melapor tidak memiliki legal standing. Kalau semua orang bisa melapor, maka tatanan hukum rusak. Kepala dinas semua bisa masuk (tersangka), enggak perlu ada pemeriksaan BPK, enggak perlu rekomendasi apa pun, karena laporan siapa pun bisa diterima. Kalau begitu, bubarkan saja BPK,” ujarnya.
Meski demikian, Ridlwan menegaskan bahwa tim kuasa hukum tetap akan menjalankan pembelaan terhadap Wahyudi sesuai data, dokumen, dan aturan yang berlaku.
Ridlwan berharap, agar Kejaksaan Agung ikut melakukan pengawasan agar seluruh proses hukum berjalan sesuai koridor. “Karena hukum pidana itu bersentuhan langsung dengan harkat martabat seseorang, penting sekali memastikan standar hukum acara diterapkan dengan benar. Jangan sampai hukum dipakai sembarangan dan akhirnya malah merusak aturan yang sudah ada,” pungkasnya.
(Edi)