Diskusi GMNI Jakarta Selatan Soroti Otoritarianisme Legal dalam Hukum Indonesia

JAKARTA SELATAN (Beritakeadilan.com, DKI Jakarta) – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Jakarta Selatan menggelar diskusi publik bertajuk “Otoritarianisme Legal: Antara Hukum dan Kekuasaan”, Sabtu (2/8/2025). Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yakni pengajar STF Driyarkara Romo Setyo dan pakar hukum tata negara Feri Amsari, serta dimoderatori oleh Dhiva.
Feri Amsari menyoroti maraknya praktik hukum yang digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan. Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk otoritarianisme legal—di mana hukum dimanfaatkan untuk memperkuat dominasi, bukan menjamin keadilan.
“Contohnya bisa kita lihat dalam pembentukan UU Cipta Kerja yang dilakukan secara kilat, tanpa partisipasi publik yang memadai,” kata Feri. Ia menyebut praktik ini sebagai blitzkrieg legislasi, atau strategi legislasi cepat yang dinilai berisiko menabrak prinsip-prinsip demokrasi.
Feri juga menyinggung RUU KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 yang menurutnya menunjukkan gejala penyalahgunaan kewenangan lembaga yudikatif untuk kepentingan kekuasaan.
“Solusinya tidak cukup dengan turun ke jalan. Publik juga perlu terlibat aktif dalam proses legislasi. Tanpa itu, demokrasi hanya jadi tameng bagi kekuasaan,” ujarnya.
Sementara itu, Romo Setyo mengulas dari perspektif historis dan moral. Ia menilai otoritarianisme legal sebagai bentuk penyimpangan yang membahayakan demokrasi dan hak-hak warga negara.
Mengutip pemikiran Moisés Naím dalam buku The Revenge of Power, Romo menjelaskan bahwa kekuasaan saat ini berkembang melalui populisme, polarisasi, dan post-truth—tiga elemen yang menurutnya menguat di Indonesia.
“Hukum justru bisa menjadi alat dominasi baru di negara demokrasi, karena ruang demokratis memungkinkan hukum dipelintir oleh mereka yang berkuasa,” jelas Romo.
Diskusi yang dihadiri mahasiswa dari berbagai kampus ini diharapkan menjadi ruang refleksi sekaligus dorongan untuk merumuskan strategi gerakan yang relevan.
“Selama masih ada buruh, petani, dan rakyat kecil yang dikorbankan demi kepentingan kekuasaan, maka perjuangan belum selesai,” tulis GMNI Jakarta Selatan dalam pernyataan penutupnya. (red)