Eksekusi Rumah di Tebet Soroti Dugaan Rekayasa Tagihan dan Ketimpangan Hukum

JAKARTA SELATAN (Beritakeadilan.com, DKI Jakarta) Selasa 20 Mei 2025 — Sebuah eksekusi rumah di kawasan Jakarta Selatan kembali memunculkan sorotan tajam terhadap potret buram penegakan hukum di Indonesia. Rumah yang berlokasi di Jalan Tebet Timur IIIB No. 18 menjadi pusat perhatian setelah pemiliknya menuding PT SMFL Indonesia melakukan rekayasa tagihan hutang untuk menyita aset mereka.
Dalam sejumlah spanduk yang dipasang di pagar dan dinding rumah, pemilik menuding tindakan tersebut sebagai bentuk kekejaman "neo-kolonialisme Jepang" dan praktik mafia hukum di Indonesia. Mereka menilai SMFL telah melakukan penggelembungan hutang dan manipulasi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran hutang (PKPU) guna merebut aset bernilai tinggi, yang menurut mereka jauh melebihi modal awal perusahaan.
"Perusahaan kami hanya meminjam alat berat dengan nilai sekitar Rp6 miliar, tapi mereka menagihkan biaya sewa hingga Rp17 miliar. Saat kami pailit, hutang kami dicatat Rp5 hingga Rp6 miliar. Namun setelah dinyatakan pailit, mereka kembali menaikkan tagihan menjadi sekitar Rp20 miliar. Ini sangat kejam," ujar Ikhwan Andi Mansyur, pemilik rumah yang dieksekusi, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-117.
Ikhwan menjelaskan bahwa kontrak sewa alat berat yang ditandatangani pada November 2015 seharusnya berakhir pada 2018. Namun, menurutnya, pihak SMFL tetap menagih biaya sewa penuh hingga akhir masa kontrak, bahkan menambahkan komponen tambahan seperti denda, bunga, dan berbagai biaya lain yang dianggap tidak wajar.
"Dengan semua penambahan itu, hutang kami menjadi sangat besar, jauh melampaui nilai modal yang digunakan untuk membeli 11 unit alat berat senilai sekitar Rp6 miliar," jelasnya.
Lebih lanjut, Ikhwan mengecam keras proses eksekusi rumah yang dinilai mengabaikan hak-hak keluarganya.
"Kami tidak akan berhenti berjuang. Penjajahan oleh pihak seperti ini harus dihentikan. Rumah ini adalah harta bersama keluarga, ada hak anak dan istri di dalamnya. Tapi mereka tetap mengeksekusi dan menjual aset tanpa surat-surat yang sah. Ini adalah bentuk ketidakadilan berjamaah. Saya tetap tegar dan tidak akan mundur," tegasnya.
Eksekusi rumah tersebut dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melalui putusan nomor 56/Eks.Pdt.Sus/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo. 103/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Namun, pemilik rumah menilai proses hukum tersebut sarat manipulasi dan tidak mencerminkan keadilan yang substantif.
Kini, spanduk dan poster-poster protes yang terpampang di rumah menjadi simbol perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai "perampokan hukum yang dilegalkan." Pihak keluarga bersumpah akan terus memperjuangkan keadilan, meskipun harus menghadapi kekuatan modal dan sistem hukum yang dinilai timpang.
M.NUR