Tuban Jadi Sorotan KPK, GMBI Jatim Dorong Inspektorat Maksimalkan Pengawasan

KABUPATEN TUBAN (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tuban telah memicu diskusi intensif di kalangan publik dan aktivis pengawas sosial. Dewan Pimpinan Wilayah Teritorial (DPW) Jawa Timur LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) merespons cepat, menyoroti indikasi lemahnya tata kelola pemerintahan daerah yang menyebabkan lembaga antirasuah memberikan perhatian khusus.
Berdasarkan informasi yang berkembang, KPK menemukan tiga poin penting yang menjadi perhatian:
Ketidaksesuaian harga dan spesifikasi pengadaan tiang serta kap lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP).
Selisih data sebesar Rp2 miliar antara usulan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD dan data Pemerintah Kabupaten melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).
Dugaan transaksi yang tidak semestinya dalam proses pengadaan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Tuban.
Sekretaris Wilayah (Sekwil) GMBI Jatim, Yusuf, menegaskan bahwa GMBI berperan sebagai lembaga monitoring sosial kontrol dan penyeimbang program pemerintah. Ia menyatakan bahwa temuan KPK ini sejalan dengan pengamatan mereka sejak pengadaan tahun 2021, yang menurutnya hanya ditangani oleh satu rekanan (PT dengan merek dagang Bandell).
"Pada pengadaan tahun 2024, kami telah mengklarifikasi dengan lengkap dokumen, data, dan bukti, bahkan memberikan somasi kepada DLHP Tuban. Kami berharap ada evaluasi dan perbaikan kinerja di DLHP Tuban, namun kenyataannya tidak ada perubahan. Terbukti, proyek PJU DLHP menjadi temuan strategis KPK," ujar Yusuf. Selasa (12/08/2025).
Mengenai selisih data Pokir, Yusuf menekankan bahwa Pokir memiliki fungsi vital sebagai penghubung aspirasi masyarakat dengan kebijakan pembangunan daerah, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan kepentingan pribadi atau anggaran yang menyimpang dari prinsip akuntabilitas.
"Selisih Rp 2 miliar ini bukan sekadar kesalahan penjumlahan. Ini adalah peringatan bagi semua pihak bahwa transparansi dan akurasi data anggaran adalah keharusan," tegasnya, mengutip pernyataan salah satu ketua komisi DPRD Tuban.
Dalam hal pengadaan LPSE, Yusuf menyayangkan keluhan dari kontraktor lokal terkait dugaan pelanggaran dalam mekanisme penentuan rekanan, yang seolah hanya formalitas dan dapat diprediksi siapa pemenangnya.
Yusuf mengapresiasi langkah KPK yang mendorong Inspektorat Tuban untuk melakukan audit menyeluruh. "Kami mendukung penuh langkah KPK ini. Banyak pihak menilai praktik yang terjadi sudah 'tersistem'. Ini harus diurai demi keadilan dan keterbukaan," tambahnya.
Di tempat terpisah, Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng S.P., memberikan penegasan berbeda. Ia menyatakan bahwa berdasarkan keterangan resmi, beberapa isu yang disebut sebagai temuan KPK justru dinyatakan tidak benar.
"Tidak ada temuan seperti itu. Pemerintah Daerah merespons bahwa Insyaallah tidak ada temuan. Namun, ini tetap harus menjadi evaluasi bersama, bukan untuk menyalahkan, tetapi sebagai refleksi agar tata kelola pemerintahan semakin baik," jelas Sugeng.
Sebagai langkah konkret, GMBI Wilter Jatim berencana mengirimkan surat resmi kepada Inspektorat Tuban, mendesak lembaga tersebut menjalankan fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) secara maksimal, mulai dari perumusan kebijakan teknis, pengawasan, fasilitasi pelaksanaan reformasi birokrasi, hingga pencegahan korupsi. Ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas dalam belanja daerah.
Dengan dinamika ini, publik Tuban diharapkan tetap kritis namun proporsional, mengawal proses klarifikasi dan audit yang akan dilakukan, demi memastikan APBD benar-benar dikelola untuk kepentingan masyarakat.
Reporter: (Iwn)