Trio Konspirator IPAL Disidang, Bukti Email Pra-Tender Jadi Kunci
Skandal IPAL RSUD Temanggung: Pejabat, Kontraktor dan Makelar Diseret ke Pengadilan Tipikor
KABUPATEN TEMANGGUNG (Beritakeadilan.com, Jawa Tengah)-Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Semarang menjadi pusat perhatian publik setelah memulai persidangan terhadap tiga tokoh kunci dalam kasus dugaan korupsi Proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RSUD Kabupaten Temanggung Tahun Anggaran 2019. Ketiga terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama (jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP).
Tiga terdakwa yang terlibat adalah:
- Dra. Retno Wahyu Wardani, Apt. (Pejabat RSUD/Perkara No. 128)
- Margareta Rahmawati (Perwakilan Kontraktor CV. Bharata Mulia/Perkara No. 129)
- Jarot Sujatmiko (Makelar/Perantara Tender/Perkara No. 130)
Proyek senilai total lebih dari Rp 4 Miliar (termasuk jasa konsultan) ini diduga merugikan negara dan disinyalir sebagai proyek mangkrak yang penuh kejanggalan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nuraisya Rachmaratri, SH menegaskan bahwa korupsi ini dilakukan secara terstruktur, dengan peran masing-masing terdakwa yang saling melengkapi: Pejabat RSUD Dra. Retno Wahyu Wardani, Kontraktor Margareta Rahmawati (CV. Bharata Mulia), dan Perantara Jarot Sujatmiko, yang semuanya didakwa atas persekongkolan korupsi (Pasal 55 KUHP).
JPU Nuraisya Rachmaratri, SH mengungkapkan bahwa proyek senilai hampir Rp 3,9 Miliar ini diatur secara rahasia, dibuktikan dengan diserahkannya bendel screenshot email antara Retno dan Jarot yang membahas dan membocorkan dokumen tender rahasia (RAB, KAK, HPS) sejak Oktober 2018, jauh sebelum lelang resmi dibuka, sekaligus menyerahkan total uang tunai sitaan sebesar Rp 155.150.000,- yang menguatkan adanya praktik kolusi antara pejabat negara dan pihak swasta untuk merugikan keuangan daerah.
JPU Nuraisya Rachmaratri, SH menyerahkan hampir 100 item barang bukti yang secara detail membongkar alur korupsi. Pengaturan Spesifikasi dan Harga: Ditemukan RAB yang berbeda-beda (mulai dari Rp 2,7 M hingga Rp 3,9 M) dan kebocoran HPS senilai Rp 3.893.993.373,49 kepada pihak swasta sebelum waktunya.
Aliran Dana Proyek: Dokumen pembayaran (SP2D) menunjukkan total dana proyek yang dicairkan kepada CV. Bharata Mulia mencapai lebih dari Rp3,9 Miliar (Uang Muka, Termin, dan Retensi), yang diduga tidak sebanding dengan kualitas atau realisasi pekerjaan.
Barang Bukti Uang Tunai: Total uang tunai yang disita dari berbagai pihak terkait kasus ini mencapai setidaknya Rp 155.150.000,- (termasuk Rp100 Juta, Rp 36,15 Juta, Rp15 Juta, dan Rp 4 Juta).
Dokumentasi Kontrak dan Konsultan: Bukti-bukti meliputi Surat Perintah Kerja (SPK) untuk CV. Bharata Mulia, serta kontrak dan laporan dari dua konsultan (CV. Rizky Abadi dan CV. Nirmana Karyatama) yang juga dibayar oleh anggaran daerah.
Persidangan ketiga terdakwa ini menjadi peringatan keras bagi para pelaku pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah bahwa praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) akan ditindak tegas. (****)