Aksi Yuyun Hermawan cuci dokumen tambang ilegal terbongkar
Terbongkar ! Direktur PT Best Prima Energy Gunakan Dokumen Palsu untuk Kirim 57 Kontainer Batubara Ilegal
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Kasus pengangkutan 57 kontainer batubara ilegal dari Kalimantan Timur akhirnya menyeret Direktur PT Best Prima Energy, Yuyun Hermawan, ke meja hijau dengan nomor perkara2382/Pid.Sus-LH/2025/PN Sby. Sidang digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (11/11/2025).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho dan Estik Dilla, Yuyun diduga kuat menampung, membeli, dan mengirim batubara tanpa izin resmi dengan memanfaatkan dokumen perusahaan lain untuk melapisi hasil tambang ilegal.
Jaksa menguraikan, perbuatan itu dilakukan Yuyun antara April hingga Juli 2025. Ia membeli sekitar 1.140 ton batubara dari sejumlah penambang liar di Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur — di antaranya dari Kapten Arfan, Fadilah, Agus Rinawati, dan Rusli.
Transaksi dilakukan lewat transfer bank dengan total pembayaran mencapai ratusan juta rupiah, dengan harga per kontainer berkisar Rp7–10 juta.
Setelah dikumpulkan, batubara dimasukkan ke dalam 57 kontainer untuk dikirim ke Surabaya lewat jalur laut. Namun ketika pihak pelayaran meminta dokumen resmi IUP (Izin Usaha Pertambangan), Yuyun memilih jalan pintas: mencuci dokumen pengiriman agar seolah-olah batubara itu legal.
Dalam aksinya, Yuyun menggandeng dua pihak lain, yakni Chairil Almutari dan Indra Jaya Permana, yang kini juga menjadi terdakwa di berkas terpisah.
Chairil mempertemukan Yuyun dengan Indra, selaku Kuasa Direktur PT Mutiara Merdeka Jaya, perusahaan tambang resmi yang memiliki IUP di Kutai Kartanegara. Di sinilah dokumen dipalsukan.
Yuyun kemudian membayar Rp3.150.000 per kontainer kepada Chairil dan Indra, termasuk biaya Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dan PNBP, dengan total sekitar Rp210 juta. Dana itu sebagian besar ditransfer ke rekening Chairil dan keluarganya.
“Dokumen yang digunakan meliputi Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Pengiriman, Surat Pernyataan Kualitas, dan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) Triyasa,” ujar jaksa dalam persidangan. Dengan dokumen tersebut, Yuyun berhasil mengurus pengapalan melalui PT Meratus Line, menggunakan kapal KM Meratus Cilegon SL236S. Kapal berangkat dari Pelabuhan Kariangau, Balikpapan, dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 2 Juli 2025.
Seluruh kontainer kemudian diturunkan di Blok G Depo Meratus Tanjung Batu, Surabaya.
Jaksa menegaskan, tindakan Yuyun termasuk dalam tindak pidana penampungan, pengangkutan, dan penjualan batubara tanpa izin resmi, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dari aksi tersebut, Yuyun disebut memperoleh keuntungan sekitar Rp8,5 juta, sementara Chairil mendapatkan imbalan Rp150 ribu per kontainer.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan menyalahi tata niaga mineral serta batubara. Terdakwa sadar bahwa batubara tersebut bukan dari tambang berizin,” tegas JPU. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dan bukti dokumen. (****)