Perjuangan ibu tunggal di Hari Ayah Nasional yang penuh haru
“Kisah Pilu Seorang LC di Surabaya yang Menangis di Hari Ayah Nasional: ‘Aku Ingin Peluk Ayah’”
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Di tengah gemerlap lampu dan dentuman musik malam Kota Surabaya, ada air mata yang jatuh diam-diam. Namanya Bunga (27, nama samaran), seorang Ladies Companion (LC) yang menyembunyikan kesedihan di balik tawa.
Hari ini, Rabu (12/11/2025), Indonesia memperingati Hari Ayah Nasional. Bagi sebagian orang, momen ini diisi dengan pelukan, ucapan terima kasih, atau sekadar makan malam bersama sang ayah. Namun bagi Bunga, hari ini justru menjadi hari yang paling menyayat hati — hari di mana kenangan masa kecil dan kehilangan kembali menyeruak.
“Ayah meninggal waktu saya umur lima tahun,” tuturnya lirih. “Sejak itu, saya tidak pernah lagi merasakan pelukan ayah. Hanya bisa membayangkan wajahnya dari foto lama.” Sejak kecil, Bunga belajar mandiri. Ia melewati masa muda yang keras, hingga kini menjadi ibu tunggal bagi dua anak setelah dua kali gagal berumah tangga.
Setiap malam, ia bekerja di sebuah tempat karaoke di Surabaya. Dari balik riasan dan senyum palsu, tersimpan tekad kuat untuk menafkahi kedua anaknya.
“Pernah saya ingin menyerah. Tapi ketika lihat anak-anak tidur nyenyak, saya sadar... saya tidak boleh berhenti,” ucapnya menahan tangis.
Bunga sadar, pekerjaan yang ia jalani bukanlah impian setiap wanita. Namun kenyataan memaksanya untuk kuat.
Ia tidak ingin menuntut mantan suaminya, meski berharap suatu hari lelaki itu sadar akan tanggung jawabnya.
“Saya hanya ingin anak-anak bisa sekolah dan makan. Kadang saya iri lihat orang lain bisa curhat ke ayahnya. Saya cuma bisa lihat foto ayah dan berdoa,” ujarnya.
Di Hari Ayah Nasional ini, Bunga menyampaikan pesan yang menggugah banyak hati:
“Peluklah ayah kalian selagi bisa. Jangan tunggu waktu menyesal. Karena saya sudah tidak punya kesempatan itu.”
Kisah Bunga adalah potret nyata perjuangan dan kerinduan seorang anak dan ibu. Di tengah kerasnya kehidupan malam, ia tetap memegang teguh kasih sayang dan tanggung jawab — hal yang dulu ia pelajari dari sosok ayah yang kini hanya hidup dalam doa. (****)