Relokasi paksa membuat pedagang terpuruk, satu nyawa melayang

Di Balik Gemerlap Alun-Alun Tuban, PKL Menangis Kehilangan Penghidupan

oleh : -
Di Balik Gemerlap Alun-Alun Tuban, PKL Menangis Kehilangan Penghidupan

KABUPATEN TUBAN (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Di balik gemerlap dan indahnya wajah baru Alun-alun Kota Tuban, tersimpan kisah pilu yang menyesakkan hati. Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) kini terpuruk setelah kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan relokasi.

Dulu, lokasi sekitar alun-alun menjadi denyut ekonomi warga kecil, kini berganti sepi dan kesedihan. Lebih dari 178 PKL menggantungkan hidupnya dari area itu — mereka kini harus menatap masa depan tanpa kepastian.

Salah satu PKL, Sujud Wahyudi, menceritakan penurunan drastis pendapatannya sejak dipindahkan ke lokasi baru.

“Dulu di Alun-alun bisa dapat Rp1 juta per hari. Sekarang Rp200 ribu saja susah. Sabtu-Minggu bisa Rp300 ribu, tapi sering modal belum balik,” tutur Sujud dengan suara berat.
Karena terus merugi dan harus menanggung biaya sekolah empat anaknya, Sujud bahkan terpaksa menjual rumah satu-satunya yang telah ia cicil selama tujuh tahun di Kecamatan Palang.

“Ada yang menawar Rp600 juta, tapi saya pasang Rp800 juta. Belum saya lepas, itu satu-satunya harta saya,” ujarnya pasrah. Kini, lapak dagangan Sujud tutup total sejak tiga bulan lalu. Ia bertahan hidup dari pekerjaan serabutan yang tidak menentu.

“Kadang tidak ada pekerjaan sama sekali. Yang penting anak-anak bisa makan,” katanya lirih. Kisah tragis juga dialami Emi, rekan sesama pedagang yang meninggal dunia karena tekanan pikiran akibat kondisi ekonomi yang terus memburuk. Penyakit sesak napasnya kambuh setelah stres memikirkan nasib anak-anaknya.

“Beliau meninggal karena kepikiran terus. Dagangan sepi, anak masih kecil, tanggungan dua anak sekolah,” ujar Sujud. Hal senada diungkapkan Sribakti, rekan almarhumah, yang mengatakan Emi sering mengeluh dagangannya sepi di lokasi baru dekat Pantai Boom.

“Beliau sering ngeluh, Mas. Sepi banget. Uang sekolah anak sering telat,” ungkap Sri.

Sri sendiri kini harus berjuang keras merawat dua anaknya yang cacat di tengah dagangan yang nyaris tak laku.

“Kalau ditelantarkan begini, bagaimana kami bisa bertahan hidup?” katanya sambil menitikkan air mata. Ironisnya, di tengah penderitaan rakyat kecil itu, pihak Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Tuban, Agus Wijaya, tetap bersikukuh tidak mengizinkan PKL kembali berjualan di alun-alun, dengan alasan penataan ulang kawasan.

“PKL belum siap berjualan karena menjual produk yang sama, jadi kurang menarik bagi pengunjung,” pungkas Agus.

Kini, di tengah gemerlap taman kota yang baru, jeritan rakyat kecil seolah tenggelam dalam indahnya lampu hias dan taman bunga. Sementara itu, kepedulian terhadap nasib mereka semakin memudar, meninggalkan luka sosial yang belum tentu bisa sembuh.

(Iwan)

banner 400x130
banner 728x90